Apa sih artinya ketabahan? Ini adalah sebuah proses kekuatan jiwa seseorang, bukan saja proses yang identik dengan kemiskinan sandang-pangan, tapi dalam arti luas bisa berarti tabah menghadapi penderitaan akibat penyakit atau cobaan hidup yang dihadapkan pada masalah interaksi, relasi, dan kehilangan orang terdekat.
Bahkan, ketabahan seseorang akan teruji kala mengikuti audisi, pertandingan, persaingan dalam bisnis, prestasi, karier, pekerjaan, sekolah, juga dalam pergaulan.
Ketabahan terkait dengan kekuatan jiwa seseorang menghadapi atau mengurai masalahnya, baik itu ketika menderita, menghadapi cobaan, mengalami kegagalan dan sebagainya.
Tentu aja tingkatnya beda-beda dan tergantung masing-masing individu.
Sebagai contoh, ada orang yang mempunyai ketabahan kuat, seperti orangtua bayi yang ditolak enam rumah sakit. Sang ibu harus melihat bagaimana bayi mungil yang lahir dalam kondisi kritis membutuhkan pertolongan medis segera, tapi yang didapat penolakan pihak rumah sakit.
Jika sang ibu tak punya kekuatan jiwa yang ngasih ketabahan, mungkin bayi tersebut sudah dibawa pulang untuk menerima "nasibnya".
Sang ibu akan mencoba dan terus mencoba sampai dapat rumah sakit yang mau menolong bayinya.
Soal ketabahan, tak bisa dijabarkan milik orang kelas rendah atau kelas tinggi.
Bukan juga merupakan ilmu turunan.
Ketabahan dipengaruhi oleh lingkungan dalam kehidupan sehari-hari.
Seseorang yang terbiasa dikelilingi oleh orang-orang yang punya ketabahan kuat, lebih bisa mencerna, beradaptasi dengan hal-hal yang membutuhkan kekuatan jiwa.
Ketabahan seseorang bisa didapat melalui penularan dari lingkungan yang bisa menularkan kekuatan jiwa ini.
Jika seseorang sedang membutuhkan kekuatan jiwa, dia bisa mencari atau berdiam dalam lingkungan yang mendukungnya untuk mendapatkan ketabahan itu.
Keluarlah dari lingkungan orang-orang yang membuat kita lebih menderita dengan cekokan kepesimisan dan keputusasaan.
Kekuatan jiwa yang bernama tabah ini, merupakan kemampuan seseorang dalam memproses kedatangan "rasa sakit di badan" dan "rasa susah di pikiran" .
Bahkan, filsuf Romawi Epieus (341-270 SM) merumuskan bahwa kemampuan (kekuatan) jiwa yang menghasilkan ketabahan adalah sebuah proses dari kemampuan seseorang dalam mengelola nalarnya dengan cermat.
Jika suatu saat kita menghadapi masalah yang membutuhkan kekuatan jiwa yang bernama ketabahan, ada baiknya kita mengikuti nasihat Prof Dr dr Dadang Hawari dalam bukunya Stres, Cemas, & Depresi, yang mengemukakan cara-cara untuk mengatasi masalah tersebut.
Caranya ?
Melakukan identifikasi dan inventarisasi masalah.
Menanggulangi masalah secara pragmatis.
Menyusun skala prioritas untuk penyelesaiannya.
Menjabarkan alternatif untuk membuat pilihan-pilihan.
Mengantisipasi risiko yang akan timbul untuk dibuat seminimal mungkin.
Seseorang yang lemah jiwanya, akan lebih terpuruk jika tidak mampu untuk menanggulangi masalahnya secara pragmatis.
Sering kita dengar seseorang yang baru saja mendapat penjelasan dari hasil pemeriksaan dokter yang mengatakan, "Anda kemungkinan menderita tumor jinak", langsung merasa lemas dan stres berat.
Dia langsung mengindikasikan dirinya sebagai penderita kanker ganas, dan sebagainya.
Padahal, sang dokter baru mengatakan,"ada kemungkinan".
Itu pun baru tumor jinak bukan kanker ganas.
Nah, seseorang yang demikian rapuh jiwanya akan mengalami kondisi yang lebih dibanding orang yang lebih kuat jiwanya.
Dengan penjelasan yang sama dari dokter, seseorang dengan jiwa yang kuat akan berusaha mengidentifikasi dan menginventarisasi masalahnya, menanggulanginya secara pragmatis, serta menyusun skala prioritas untuk menyelesaikan masalah kesehatan, yang berupa kemungkinan menderita tumor jinak.
Hasilnya pasti lebih baik daripada menangis dalam keputusasaan.
Penanganan masalah seperti itu juga dibutuhkan ketika menghadapi masalah-masalah hidup lainnya.
Umumnya seseorang baru menyadari memiliki kekuatan jiwa yang bernama ketabahan, kala dia dihadapkan pada masalah yang pelik.
Ketabahan, erat kaitannya dengan jiwa seseorang yang mempunyai sesuatu pegangan, umumnya keyakinan yang berkaitan dengan agama dan keyakinan pada Sang Pencipta.
Dengan demikian, sangat penting seseorang mempunyai keyakinan yang dijalani dengan sepenuh jiwa, sebagai bekal menghadapi cuaca kehidupan yang selalu berubah dan penuh kejutan.
(Rose, 18.12.2005)
No comments:
Post a Comment