Sepulang sekolah, bocah kelas 4 SD itu selalu mengembalikan kotaknya.
Setiap kali kotak plastik kembali, kertas tulisan itu pun masih untuh di dalamnya.
Terkadang Sari bertanya-tanya, dibaca nggak sih tulisan-tulisan itu?
Meski begitu, ia terus melakukan hal yang sama setiap pagi.
Suatu siang, seperti biasa, Dodi mengembalikan kotak.
Anehnya, kertas tulisan itu tidak ada.
Sari bertanya, "Sayang, kemana kertas tulisan Mama?"
Yang ditanya menjawab kalem, "Tadi aku kasih Rosa."
Dodi melanjutkan ucapannya, "Ibu Rosa tidak memberi kertas kayak gitu. Aku pikir ia bisa menggunakan punyaku."
"Oh, begitu?" jawab Sari.
"Rosa tadi cerita, Mbaknya (pengasuh Rosa, Red.) lagi sakit.
Ia sedih." Tanpa ditanya lebih lanjut Dodi menjelaskan, "Kalau gitu besok Mama bikinin tulisan untuk dia, ya!
Kalau nggak, akan aku kasih catatan Mama hari Rabu lalu.
Isinya cukup bagus kok."Sari terpana mendengar kalimat sang anak.
Keraguannya seketika lenyap.
Ternyata, Dodi tidak hanya bisa menghargai tulisan-tulisan pada kertas tersebut, tapi justru memperlakukannya sebagai barang berharga yang layak diberikan kepada orang lain.
Terkadang orang dewasa pun perlu berkaca dari dunia anak-anak.Sebagai bocah. Dodi sudah berusaha menjadi manusia komplet, ingin menjadi bagian dari hidup orang lain.Di kala temannya sedih ia merasa perlu membagi yang ia punya, meski sekadar kata-kata di atas kertas ...
No comments:
Post a Comment