Thursday, November 10, 2005

Taqabballahu....

“Taqabbalallahu minna wa minkum itu artinya apa?” tanya seorang teman. Rupanya dia belum tahu kata yang sudah cukup populer tersebut —biasanya menjelang hari raya seperti sekarang ini sangat sering diucapkan.
Tentu saja, saya kemudian menjawabnya, bahwa kata tersebut merupakan doa yang artinya kurang lebih semoga Allah menerima amal ibadah kita dan amal ibadah kamu sekalian.

Ia kemudian tertawa sambil berkata, “Saya banyak mendapat SMS gitu, tapi nggak ngerti.”
Kita telah melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh, dalam waktu sebulan tersebut, jiwa raga kita ditempa untuk mengendalikan hawa nafsu.
Tidak hanya dari makanan dan minuman di siang hari, dan tidak hanya itu, tentu saja, kalau kita mau menilik beberapa manfaat puasa sebenarnya ada banyak sekali.

Di tengah usia yang produktif, nafsu ini kadang sering bergejolak.
Terlebih godaan sana-sini yang terkadang sangat sulit untuk dihindari.
Dan, puasa merupakan resep terpercaya yang ampuh untuk mengendalikannya.
Nafsu memang bukan untuk “dibunuh”, karena dari unsur nafsulah manusia bisa giat bekerja. Untuk itulah, salah satu resep yang diajarkan agama untuk pemuda adalah sering-seringlah berpuasa.
Karena dengan berpuasa, nafsu menjadi terkendali, terkontrol oleh akal.

Konon, sebelum penciptaan manusia, ada dua zat yang telah diciptakan oleh Allah terlebih dahulu, yakni akal dan nafsu.
Akal mempunyai sifat tunduk patuh kepada Allah, sedangkan nafsu sebaliknya.
Karena perbuatan “membangkangnya” itulah, kemudian nafsu dihukum di neraka.
Ketika dimasukkan neraka panas selama bertahun-tahun, nafsupun tidak kapok.
Saat ditanyai tentang siapa tuhannya, nafsu tidak bisa menjawab dengan benar.
Egonya yang tinggi menjadikan ia lupa bahwa dirinya semestinya adalah hamba.
Kemudian dia dipindahkan ke neraka dingin.
Anehnya, di neraka ini, nafsu pun tidak juga menjadi jera.
Lantas, ia dihukum tidak diberi makan dan minum.
Saat itulah, sang nafsu menjadi lemah tak berdaya.
Dan akhirnya kapok dan mau mengakui bahwa yang menciptakannya adalah Allah dan ia tunduk patuh kepada-Nya.

Begitulah perjalanan nafsu.
Ia tidak bisa dikapokkan dengan panasnya neraka atupun dinginnya neraka.
Ternyata ia bisa ditundukkan oleh lapar dan haus.
Manusia mempunyai dua gabungan nafsu dan akal.
Maka dari situlah manusia menjadi makhluk yang unik sekaligus makluk yang paling mulia.
Ia bisa mengungguli malaikat, dan sekaligus bisa lebih rendah derajatnya dari pada binatang.
Selama sebulan itu, nafsu dikekang.
Siang harinya tidak boleh makan dan minum.
Sementara malam harinya, dianjurkan untuk memperbanyak amal ibadah, melalui shalat tarawih, tadarus, dan lain sebagainya.
Puasa yang telah kita jalani memang unik.
Uniknya ia merupakan ibadah yang sangat personal dan rahasia —hanya hamba yang bersangkutan dan Tuhan yang tahu.
Tak seperti shalat yang kelihatan langsung, puasa tidak ada yang tahu kalau siapa yang sedang atau tidak mengerjakannya.
Walau bertampang loyo, bibir kering di siang bulan Ramadan, hal itu bukan jaminan kalau dia sedang berpuasa.
Apalagi kalau saya melihat di jalan-jalan, akhir-akhir ini makin banyak orang yang enggan mengerjakan perintah wajib ini.

Tak terasa, sebulan telah kita lalui.
Puasa telah usai, dan Hari Kemenangan (atas nafsu) kemarin kita rayakan.
Semoga dengan “lepasnya dari kekangan”, nafsu kita tidak malah menjadi-jadi.
Namun terkendali hingga Ramadan mendatang.
Taqabbalallah minna wa minkum, shiyamana wa shiyamukum.