Ibarat bertanya : pilih makan atau minum?
Kenapa harus memilih salah satu?
Kenapa tidak pilih keduanya?
Makan bisa dilakukan tanpa minum.
Minum bisa dilakukan tanpa makan.
Keduanya independen.
Namun, kalau makan dilanjutkan dengan minum maka akan muncul sinergi yang luar biasa. Bagaimana kalau minum dilanjutkan dengan makan? Bisa juga sih, tapi kurang nikmat.
Bila analogi tersebut dapat dipahami, maka makan lebih tepat merupakan analogi bahagia, dan minum adalah analogi kaya.
Kita bisa bahagia tapi tidak kaya. Bisa juga kaya tapi tidak bahagia.
Yang paling nikmat adalah bahagia dan (juga) kaya. Bisa juga kaya dan (juga) bahagia.
Analogi di atas tentu tidak sungguh-sungguh akurat.
Karena bahagia dan kaya bisa terjadi bersamaan, tidak harus berurutan.
Yang dimaksud dengan analogi tersebut adalah bahwa kaya dan bahagia memenuhi dua hal yang berbeda.
Ibarat minum adalah untuk menghilangkan haus, maka esensi kaya adalah ‘menghilangkan ketergantungan pada sesuatu’.
Kaya hati artinya tidak mudah iri.
Kaya ilmu artinya tidak bodoh.
Kaya harta artinya tidak tergantung sempitnya uang.
Kaya berarti merdeka.
Karena itulah zuhud (berlepas dari cinta kepada dunia) berarti juga kaya.
Sementara itu ibarat makan adalah untuk mengisi perut menghilangkan lapar, maka esensi bahagia adalah ‘mengisi diri menghilangkan kehampaan’.
Orang yang tidak bahagia itu serba hampa, jiwanya hampa, ilmunya hampa, kekayaannya hampa.
Hampa artinya tidak punya isi, kosong, tidak bernilai.
Jadi menjadi bahagia adalah membuat diri ini berisi, hidup ini bernilai.
Lebih jauh lagi bila makan dan minum bertujuan untuk kesehatan tubuh, maka bahagia dan kaya juga untuk menyempurnakan tugas manusia yaitu menjalankan tugas dari Tuhan (ibadah).
Kembali lagi pada pertanyaan, pilih kaya atau bahagia?
Pertanyaan yang salah.
Bahagia dan kaya bukan pilihan ambil satu.
Justru keduanya wajib untuk didapatkan.
Bagaimana kalau kita makan terus tapi tidak minum?
Bagaimana kalau minum terus tapi tidak makan?
No comments:
Post a Comment