Bayangkan Anda sedang menghadiri pesta yang amat meriah.
Semua orang tampil dengan pakaian terbaik.
Makanan yang dihidangkan pun tampak lezat dan mengundang selera.
Saat Anda antre untuk mengambil makanan, tiba-tiba seseorang yang sangat Anda percaya berbisik di telinga Anda, "Hati-hati, banyak makanan tak halal di sini, bahkan ada beberapa yang beracun !
"Saya berani menjamin Anda akan mengurungkan niat mengambil makanan.
Boleh jadi Anda pun langsung pulang ke rumah.
Anda benar, hanya orang bodohlah yang mau menyantap makanan tersebut.
Kita tak mau makan sembarangan.
Kita sangat peduli pada kesehatan kita.
Anehnya, kita sering - bahkan dengan sengaja - memasukkan " makanan-makanan beracun " ke dalam pikiran kita.
Kita tak sadar bahwa inilah sumber penderitaan kita.
Salah satu makanan yang paling berbahaya tersebut bernama : ketidakmauan kita untuk memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain!
Ketidakmauan memaafkan dan melupakan adalah penyakit berbahaya yang menggerogoti kebahagiaan kita.
Kita sering menyimpan amarah.
Kita marah karena dunia berjalan tak sesuai dengan kemauan kita.
Kita marah karena pasangan, anak, orang tua, atasan, bawahan, dan rekan kerja, tak melakukan apa yang kita inginkan.
Lebih parah lagi, kita memendam kemarahan ini berhari-hari, bahkan bertahun-tahun.
Memang banyak sekali kejadian yang memancing emosi kita.
Pengendara motor yang memaki kita, mobil yang menyalib dan hampir membuat kita celaka, politisi yang hanya memperjuangkan perutnya sendiri, pembantu yang membohongi kita, maupun bos yang pelitnya luar biasa.
Kita mungkin berpikir bahwa orang-orang tak tahu diri ini sudah sepantasnya kita benci.
Penelitian menunjukkan ketidakrelaan memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain memiliki dampak hebat terhadap tubuh kita ; menciptakan ketegangan, mempengaruhi sirkulasi darah dan sistim kekebalan, meningkatkan tekanan jantung., otak dan setiap organ dalam tubuh kita.
Kemarahan yang terpendam mengakibatkan berbagai penyakit seperti pusing, sakit punggung, leher, dan perut, depresi, kurang energi, cemas, tak bisa tidur, ketakutan, dan tak bahagia.
Musuh kita sebenarnya bukanlah orang yang membenci kita tetapi orang yang kita benci. Untuk mencapai kebahagiaan, berikanlah maaf kepada orang lain.
Hentikan kebiasaan menyalahkan orang lain.
Ingatlah kesempurnaan manusia justru terletak pada ketidak sempurnaannya.
By Arvan Pradiansyah (Republika)