Wednesday, April 19, 2006

108.Kesedihan

Sudah berjalan demikian lama dalam peradaban manusia, di mana kesedihan berdiri sebagai musuh atau penyakit yang menakutkan.
Amat dan teramat sedikit orang yang merindukan kesedihan.
Stres, sedih, penyakit dan bahkan depresi itulah rekan-rekan yang diyakini dibawa kesedihan setiap kali ia berkunjung.
Tidak ada teman lain.
Sehingga bisa dimaklumi, kalau kemudian kesedihan duduk dalam kursi musuh yang hanya layak ditakuti.
Tentu saja akan menimbulkan perdebatan yang panjang, kalau tiba-tiba secara antagonistis ada yang berucap, "Kalau kesedihan adalah kawan yang amat menawan."

Terlepas dari perdebatan terakhir, kesedihan memang kerap membawa luka-luka.
Salah-salah, kesedihan juga yang bisa membawa manusia tergelincir ke dalam luka-luka jiwa yang menakutkan.
Hampir semua manusia yang mengalami luka-luka jiwa awalnya dibukakan pintu oleh kesedihan.
Kesedihan, kekecewaan dan wajah emosi sejenislah yang menjadi pembuka pintunya.
Tentu mudah dipahami kalau banyak orang kemudian menakutinya.

Sayangnya, setakut apa pun manusia sama kesedihan, sejauh apa pun manusia lari dari kesedihan, sehebat apa pun alat pelindung yang dimiliki manusia, tidak ada satu pun kekuatan yang bisa membuat manusia absen sepenuhnya dari kesedihan.
Datang dan datang lagi, itulah perilaku kesedihan.
Entah dia datang untuk tujuan apa pun, kalau saatnya datang, ya, datang.
Ada sahabat yang memberi judul kejam akan hal ini, sebab tidak menyisakan pilihan lain.

Belajar dari kenyataan dalam bentuk tidak ada pilihan lain inilah, kemudian ada sejumlah penekun kejernihan yang mencoba membuka wajah-wajah lain dari kesedihan.
Ternyata, tidak semua wajah kesedihan itu buruk.
Sebagian wajah kesedihan malah membukakan pintu-pintu kemuliaan.
Dalam kondisi kelelahan mengalami kesedihan, seorang pejalan kaki di dunia kejernihan pernah sampai dalam kesadaran, kalau kesedihan hanyalah petunjuk adanya kedangkalan.
Semakin dangkal pemahaman seseorang akan kehidupan, semakin sering kesedihan berkunjung.
Makna ini sekaligus memberikan masukan, kesedihan datang untuk menggali dalam-dalam sumur pemahaman.

Agak sulit membayangkan ada kedalaman pemahaman akan kehidupan, tanpa melalui perjalanan panjang akan kesedihan.
Tanpa kesedihan, meminjam istilah seorang guru, yang tersisa hanya swimologi.
Belajar berenang hanya dengan memandang gambar kolam renang.
Tentu saja tidak bisa berenang ujungnya.
Menyelam dalam di tengah kolam renungan seperti inilah, kemudian mulai ada orang yang berterimakasih akan kunjungan kesedihan.
Bukan karena mau gagah-gagahan, sekali lagi bukan.
Melainkan karena hanya kesedihan yang bisa memperdalam kolam-kolam pemahaman.
Dalam bahasa lain, kesedihan adalah salah satu saklar yang menghidupkan cahaya-cahaya jiwa.

No comments: