Monday, October 17, 2005

Sepertinya, Ini Hari Terakhir Saya

Tetapi saya masih terus menikmati keterlenaan dan menunda-nunda amal baik.
Semestinya diri ini berpacu dengan waktu yang semakin dekat, agar lebih banyak lagi kebaikan yang terbuat.
Bukankah saya teramat tahu, manusia yang berhak tersenyum di akhirat kelak ialah yang paling banyak timbangan amal kebaikannya?
Lalu kenapa diri ini masih banyak berdiam diri, meski terbentang luas hamparan ladang amal di depan saya.

Anak-anak yatim masih terlantar, masjid-masjid lebih sering menyendiri, dan fakir miskin terus bertambah.
Semakin hari, semakin saya merasa bahwa waktu yang diberikan Allah buat diri ini semakin berkurang.
Masanya semakin dekat bagi saya, dan saya kira tidak berapa lama lagi utusan Allah akan berkunjung.
Tetapi saya masih merasa tenang, tidak sedikit pun ada ketakutan menghadapinya.
Padahal saya teramat sadar, jikalah malaikat melihat tas bekal takwa yang saya punya, teramat malulah diri.

Sangat jauh dari cukup perbekalan yang sudah saya persiapkan untuk menuju kampung akhirat. Sebuah perjalanan yang teramat jauh dan memerlukan bekal sebanyak-banyaknya, namun saya tak pernah berusaha memenuhi tas bekal itu.
Akankah saya menghadap-Nya dengan berbagai kekurangan ini?
Pakaian yang saya kenakan saat ini begitu compang-camping, tak terhitung lubang dan koyak yang belum sempat tertambal.
Tak malukah saya bertemu dengan Allah yang Maha Agung dengan pakaian yang penuh noda? Tak terbilang dosa yang saya perbuat selama hidup, tak mampu terhitung kesalahan yang disengaja maupun yang tak tersengaja, belum banyak kebaikan yang saya perbuat untuk menambal keburukan yang semakin pekat memenuhi wajah ini.
Padahal, hanya dengan memperbanyak kebaikan lah noda-noda hitam itu bisa terhapus, segala koyak dan lubang di pakaian diri kembali terjahit.

Hari ini, mungkin hari terakhir saya, tapi teramat banyak koyak yang belum tertambal.
Malam nanti, bisa jadi terakhir kalinya saya menikmati indahnya rembulan, dan bintang-bintang di sekitarnya, sambil merasai kesejukan angin malam.
Saya tahu, bisa jadi, disaat saya tengah menikmati malam inilah malaikat Izrail datang dan mengajak serta diri ini menghadap Sang Khalik.
Semestinya saya lebih sering menghiasi malam-malam saya dengan bersujud, membasahi bibir ini dengan lebih sering menyebut nama-Nya.

Sudah sering saya dengar, bahwa Allah senang kepada hamba yang menyebut-nyebut nama-Nya. Nyatanya, saya belum benar-benar siap jika hari ini Dia menghendaki saya bertemu-Nya.
Tak banyak kebaikan yang membuat saya merasa percaya diri menghadap-Nya saat ini.
Belum bersih benar wajah ini dari noda kehitaman akibat sekian banyak kesalahan yang belum sempat saya menghapusnya dengan amal shalih, teramat tak pantas untuk bersua dengan wajah agung milik-Nya.

Meski sudah berusaha menambal setiap koyak di pakaian, namun masih saja tangan ini berbuat alpa dan kekeliruan sehingga menyebabkan koyak yang lebih banyak lagi. Padahal, pakaian terbaik lah yang harus saya kenakan saat bertemu-Nya nanti.
Dan terpenting dari itu semua, nampaknya Allah masih belum bisa tersenyum dengan ibadah-ibadah saya yang seadanya, seperlunya, sekadarnya dan sesempatnya. Tuhan, semoga hari ini bukan hari terakhir saya.
Belum cukup bekal takwa yang saya persiapkan menuju-Mu, tak satupun amal unggulan yang bakal saya persembahkan di hadapan-Mu.

Tapi, jika memang ini hari terakhir bagi saya, maka ampunilah diri ini.
Jika ampunan-Mu tak saya dapati, malanglah diri ini sungguh.