Monday, October 31, 2005

Kematian, Gurunya Kehidupan

Ada banyak pemikir yang telah mencoba menjelaskan apa itu kehidupan.
Dari ide yang mengatakan bahwa hidup itu sebuah misi, hidup itu sebuah perjalanan spiritual, hidup itu penuh dengan misteri, sampai dengan pendekatan yang menyebutkan bahwa hidup harus dinikmati.
Bagi mereka yang mengagumi pendekatan rasionalistik, tentu saja semuanya mau dijelaskan dengan rasio manusia.

KarlMarx - yang pernah menulis bahwa agama adalah sebuah bentuk pelarian manusia dari dirinya sendiri - tentu saja berbeda dengan penulis Celestine Prophecy yang menyebutkan, bahwa setiap kejadian dalam hidup menghadirkan makna.
Pendekatan manapun yang Anda setujui, sebagian warna kehidupan memang tidak sepenuhnya dibawah kontrol kita.
Lahir, mati, jodoh, rezeki hanyalah sebagian dari warna kehidupan yang tidak sepenuhnya bisa dijelaskan dengan rasio.

Penulis novel Celestine Prophecy benar, bahwa semua kejadian mengandung makna.
Hanya saja, untuk sampai pada penemuan makna tadi, kita memerlukan usaha sengaja untuk belajar.
Ada atau tidak ada guru (dalam pengertian biasa), sebenarnya momentum belajar hadir setiap hari dalam kehidupan.
Di rumah, di kantor, dijalan, dan di tempat mana saja sebenarnya hadir learning moments. Pertanyaannya,maukah kita berefleksi dari semua yang hadir di depan mata kita ?

Saya menghargai cara hidup Anda, tetapi bagi saya amat dan teramat penting untuk bertanya di setiap kejadian, apa makna di balik semua kejadian ini ?.
Berpasangan kerja dengan orang yang super keras kepala, bagi saya adalah kursus kedewasaan yang amat efektif, tinggal di daerah yang macet menghadirkan nilaibelajar berupa latihan kesabaran setiap hari, 'terdampar' dalam profesi sebagai pemberi inspirasi bagi orang lain, mendidik diri ini untuk selalu lebih bisa melaksanakan apa yang saya omongkan dibandingkan orang lain.

Dalam totalitas, hidup plus kejadian-kejadiannya sebenarnya rangkaian cermin dan refleksi.
Dalam bingkai refleksi seperti ini, ketika saya kehilangan salah seorang sahabat saya 19 Desember 1999 lalu, di tengah perasaan duka yang mendalam ini saya dibombardir pertanyaan : makna apa yang dihadirkan oleh kematian sahabat saya diumurnya yang masih muda ini ?

Stephen Covey memang pernah mengajarkan untuk menggunakan kematian sebagai titik untuk menarik garis ke depan, untuk kemudian membayangkan secara terus menerus :kita mau dikenang seperti apa di saat badan kita tidak bernyawa lagi ?
Terusterang, saya berutang banyak ke Covey dalam hal ini.
Satu spirit dengan Covey, tidak ada guru kehidupan yang lebih efektif dibandingkan dengan kematian.

Lebih-lebih kematian orang-orang yang amat dekat dengan kehidupan kita.
Tidak ada manusia yang berdoa agar kehilangan orang-orang dekat yang amat dicintainya.
Tidak ada orang yang bisa menghindari kematian. Siapapun manusianya, di depan kematian ia hanya sebuah mahluk yang amat tidak berdaya.
Dalam ketidakberdayaan terakhir, hanya manusia bebal yang tidak mau berguru pada kematian.
Setiap kali melayat, apa lagi kehilangan orang dekat, ada gunungan pertanyaan reflektif yang menghadang saya.
Kenapa harus dia yang meninggal ? Kenapa diumurnya yang masih muda ? Kenapa harus sekarang ? Kenapa, kenapa dan kenapa ?
Dan, semuanya hanya rangkaian pertanyaan yang tidak dan tidak akan pernah ada jawabannya.
Akan tetapi, berbeda dengan pertanyaan dalam ilmu pengetahuan yang lebih berguna kalau ada jawabannya, justru karena tidak ada jawaban absolutnya inilah, maka kematian akan terus menjadi guru amat reflektif dalam kehidupan.
Itulah sebabnya saya mau tinggal di perumahan yang setiap kali pulang pergi mesti melewati kuburan, senang datang dan berlama-lama di tempat orang yang meninggal atau sedang masuk unit gawat darurat.
Kendati saya sempat stres berat dengan kehilangan sahabat, tetapi saya harus...

(Oleh: Gede Prama)

Andai Ini Ramadhan Yang Terakhir

wahai dikau...renungkanlah engkau akan nasib diri
wahai qalbu...sedarkah engkau akan gerak hati
wahai akal...terfikirkah engkau akan apa yang bakal terjadi
andai ini merupakan Ramadhan yang terakhir kali
buatmu sekujur jasad yang bakal berlalu pergi
tatkala usia bernoktah di penghujung kehidupan duniawi
apabila tiba saat tepat seperti yang dijanji Ilahi
kematian...adalah sesuatu yang pasti

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu siangnya engkau sibuk berzikir
tentu engkau tak akan jemu melagukan syair rindu
mendayu..merayu...kepada-NYA Tuhan yang satu
andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu sholatmu kau kerjakan di awal waktu
sholat yang dikerjakan...sungguh khusyuk lagi tawadhu'
tubuh dan qalbu...bersatu memperhamba diri
menghadap Rabbul Jalil... menangisi kecurangan janji
"innasolati wanusuki wamahyaya wamamati lillahirabbil 'alamin"
[sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku, dan matiku...
kuserahkan hanya kepada Allah Tuhan seru sekelian alam]

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tidak akan kau sia siakan walau sesaat yang berlalu
setiap masa tak akan dibiarkan begitu saja
di setiap kesempatan juga masa yang terluang
alunan Al-Quran bakal kau dendang...bakal kau syairkan

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu malammu engkau sibukkan dengan
berterawih...berqiamullail...bertahajjud...
mengadu...merintih...meminta belas kasih
"sesungguhnya aku tidak layak untuk ke syurga-MU
tapi...aku juga tidak sanggup untuk ke neraka-MU"
oleh itu duhai Ilahi...kasihanilah daku hamba-MU ini

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu dirimu tak akan melupakan mereka yang tersayang
mari kita meriahkan Ramadhan
kita buru...kita cari...suatu malam idaman
yang lebih baik dari seribu bulan

andai kau tahu ini Ramadhan terakhir
tentu engkau bakal menyediakan batin dan zahir
mempersiap diri...rohani dan jasmani
menanti-nanti jemputan Izrail
di kiri dan kanan ...lorong-lorong ridha Ar-Rahman

duhai Ilahi....
andai ini Ramadhan terakhir buat kami
jadikanlah ia Ramadhan paling berarti...paling berseri...
menerangi kegelapan hati-hati kami
menyeru ke jalan menuju ridha serta kasihsayang mu Ya Ilahi
semoga bakal mewarnai kehidupan kami di sana nanti

namun teman...
tak akan ada manusia yang bakal mengetahui
apakah Ramadhan ini merupakan yang terakhir kali bagi dirinya
yang mampu bagi seorang hamba itu hanyalah
berusaha...bersedia...meminta belas-NYA

Saturday, October 29, 2005

Cintaku Padamu Teman

Sebagian merasa hidup ini tidak akan pernah mencapai maknanya tanpa kehadiran seorangpun teman.
Teman adalah orang-orang yang dicintainya dan yang mencintainya pula
Orang-orang yang dengan keluasan hati menerima dirinya apa adanya, tanpa bumbu dan banyak cela.
Menyayangi teman, sama sekali bukan berarti menafikan kecintaan kepada yang lain


Kecintaan kepada keluarga, kepada diri sendiri, sebab tiap-tiap jendela cinta memiliki ruangan tersendiri di hati yang tidak akan mampu disamakan dengan cinta-cinta lain
Yang kesemuanya tidak saling berhimpit tidak pula bersinggungan.
Namun tiap-tiap kecintaan mengisi bilik-bilik hati yang berbeda-beda.
Kesemua cinta hendaknya merupakan suatu refleksi cinta kepada Allah SWT.
Suatu pendaran keemasan dari keimanan, desiran sejuk angin kerinduan, dan deburan tegar ombak keistiqomahan.

Teman, bagiku kata itu adalah ungkapan kerinduan dan sejuta harapan.
Harapan untuk dapat saling menegur dan meneguhkan.
Membuang jauh-jauh kata perbedaan dan mencoba untuk mengawali segalanya dari kesamaan. Pada kata itu kutemukan hakikat hidup dan kehidupan, karena bersamanya aku menahan derita dan sengsara, gundah dan gulana, namun begitu manis terasa segala kerutan layar perjuangan karena Allah lah yang telah membuatnya.
Teman, bertemankan jiwa-jiwa yang ber-izzah mulia dan ghiroh menggelora, dengan segudang ide dan idealisme yang Robbani.
Meniti jembatan yang sama, dengan tekad yang serupa dan seragam kebesaran jiwa.
Bukan untuk sekedar menghabiskan sisa minuman kehidupan dunia, tapi hidup untuk sebuah cita yang takkan pernah kandas sia-sia.

Pantas saja jika Rosulullah mewasiatkan agar kita menjadikan mereka yang sholeh sebagai teman kepercayaan.
Ah teman, harus kita terima bahwa berteman bukan berarti untuk selalu bersama secara harfiah
Suatu saat pasti kita akan terpisah pula.
Menempati lini-lini berbeda di setiap sudut kehidupan, agar setiap insane dapat tersentuh cahayaNya

Hari Ini Adalah Abadi

Seorang bijak pernah berkata, bahwa ada dua hari dalam hidup ini yang sama sekali tak perlu anda khawatirkan.

Yang pertama: hari kemarin.
Kita tak bisa mengubah apa pun yang telah terjadi.
Kita tak bisa menarik perkataan yang telah terucapkan.
Kita tak mungkin lagi menghapus kesalahan;
dan mengulangi kegembiraan yang kita rasakan kemarin.
Biarkan hari kemarin lewat; lepaskan saja.

Yang kedua: hari esok.
Hingga mentari esok hari terbit, kita tak tahu apa yang akan terjadi.
Kita tak bisa melakukan apa-apa esok hari.
Kita tak mungkin sedih atau ceria di esok hari.
Esok hari belum tiba; biarkan saja.

Yang tersisa kini hanyalah hari ini.
Pintu masa lalu telah tertutup; pintu masa depan pun belum tiba.
Pusatkan saja diri kita untuk hari ini.
Kita dapat mengerjakan lebih banyak hal hari ini bila mampu memaafkan hari kemarin dan melepaskan ketakutan akan esok hari.

Hiduplah hari ini.
Karena, masa lalu dan masa depan hanyalah permainan pikiran yang rumit.
Hiduplah apa adanya.
Karena yang ada hanyalah hari ini;
Hari ini yang abadi.

Friday, October 28, 2005

AA Gym Lagi...(Seni Mengkritik dan Dikritik)

Seni mengritik:

Niat yang ikhlas
Perhatian situasi dan kondisi
Perhatikan cara mengritik
Ada beberapa pantangan untuk mengritik
Siap kritiknya ditolak
Jangan merasa berjasa

Seni dikritik:

Rindu akan nasehat
Mencari dan bertanya
Menikmati kritik
Bersyukur atas kritik
Evaluasi diri
Perbaiki diri
Balas budi

Lihat lah kuman yang di seberang lautan ...

"Kuman di seberang lautan kelihatan sedangkan gajah di pelupuk mata nggak kelihatan
"Kira-kira gitu deh bunyi pepatah yang pernah saya denger dari orang tua saya dulu yang arti nya mudah melihat kesalahan orang sedang melihat kesalahan kita ndak pernah bisa kita lihat.

Begitu mudah nya kita menilai dan melihat orang lain tanpa kita bisa melihat dan menilai bagaimanakah kita ?.
Kita mungkin sering bilang "saya memang tidak sempurna ..." tapi apakah itu "jujur dari dalam sini ?!?" (nyontek iklan ponds :D).

Ask yourself about it !.

Diam Itu Emas?

Lebih baik diam jika memang tidak tau, daripada ngomong jadi nya kaya sok tau.
Banyak berbicara hanya akan membuat mulut banyak mengeluarkan dusta, jadi ?
Perbanyak lah diam dan hanya berbicara akan hal yang bermanfaat.
Kita tidak akan dianggap hebat karena banyak berbicara, dan tidak akan dianggap bodoh jika kita diam atau mengatakan "tidak tau" kepada hal yang sebenar nya kita memang tidak tau.
Perbanyaklah bicara yang mengeluarkan kata-kata hikmah, daripada hanya membicarakan kejelekan orang lain.
Orang yang diam akan lebih kelihatan berwibawa ketimbang orang yang banyak bicara tapi ngasal.
Kurangilah berdebat, karena itu hanya akan mengeras kan hati dan membuat kita sombong.
Akuilah kesalahan karena orang tidak akan hina karena mengakui kesalahan, namun segeralah minta maaf dan berusaha memperbaiki kesalahan itu.

Thursday, October 27, 2005

Gede Prama: Every Day I Love U

Karena kecintaan pada keluarga, ada sebagian kegiatan mereka yang harus saya ikuti secara agak intensif.
Salah satu dari kegiatan tersebut adalah ikut menikmati musik-musik mereka.
Belakangan, ternyata saya menemukan kesenangan tersendiri.
Sebagian lirik-lirik lagu kesenangan ABG ini, ternyata menggugah hati dan kalbu.
Salah satunya adalah lagu Boyzone dengan judul Every Day I Love You.Saya kira, kegiatan mencintai setiap hari tidak hanya menjadi monopoli anak muda semata.

Ia adalah fundamen paling dasar kehidupan setiap orang.
Bedanya hanya terletak pada siapa dan apa yang dicintai saja.
Anak muda mencintai pacar mereka.
Kita yang sudah dewasa memiliki banyak sekali orang maupun hal yang layak untuk dicintai.
Lebih-lebih bagi mereka yang hidup dengan the path of heart.
Apa saja yang lewat di depan mata layak dan perlu untuk dicintai.

Pohon yang rubuh layak untuk ditegakkan.
Puntung rokok yang dibuang sembarangan perlu dipindahkan ke tempatnya.
Keran air yang lupa dimatikan orang lain di tempat umum, tidak salah kalau dimatikan.
Orang tua yang naik bus umum amat sopan kalau diberi kesempatan duduk.
Memasuki sebuah pintu di tempat umum, akan lebih terhormat kalau memegangi pintu sambil mempersilahkan orang lain untuk lewat.Yang jelas, dengan sedikit kejernihan, hidup ini sebenarnya menghadirkan samudera dan langit luas tempat mengekspresikan cinta setiap saat.
Keliru kalau ada orang banggapan bahwa hidupnya miskin cinta.
Bagaimana bisa menyebut diri miskin cinta kalau setiap detik - sekali lagi setiap detik - hidup dalam samudera dan langit yang dipenuhi dengan cinta.Coba perhatikan lebih detail.
Udara yang kita hirup adalah buah cinta.Makanan yang kita makan juga hasil dari cinta tulus ibu pertiwi.
Air yang kita minum melalui siklus cinta tanpa pamrih.
Rumah yang kita tempati, mobil yang kita kendarai, jalan yang kita lalui semuanya adalah buah cinta.

Kita lahir dari Ibu dan Bapak yang sesedikit apapun pasti mengenal cinta.
Apa lagi rezeki, ia adalah bukti cinta Tuhan yang paling konkrit.
Benang merahnya, hidup dan kehidupan sebenarnya bergelimang cinta di mana-mana.Setiap bentuk unsur pembentuk hidup dan kehidupan sebenarnya mengandung cinta.
Demikian juga dengan badan dan jiwa kita.Tantangannya, karena badan dan jiwa ini kompleks dan terdiri dari banyak sekali unsur, maka ada kalanya cinta menjadi unsur yang memimpin, ada saatnya ia dipimpin oleh kekuatan lain.

Dinamika dalam diri, sebenarnya hasil tawar menawar antara cinta dengan unsur lainnya.
Sebagaimana tawar menawar lainnya, ada saatnya cinta menang, ada kalanya ia kalah.
Sehebat dan semurni apapun kehidupan seseorang, pasti saja pernah ditandai oleh tunduknya cinta pada kebencian misalnya.Persoalannya sekarang, bagaimana agar cinta bisa menjadi kekuatan yang lebih banyak menangnya dibandingkan dengan kalahnya ?
Anda boleh berargumen lain, namun bagi saya selama jantung masih berdetak, tubuh dan jiwa ini akan selalu ditandai oleh dinamika antara cinta dan bukan cinta.
Tidak akan pernah kita bisa membuat tubuh ini menjadi seratus persen cinta dan nol persen bukan cinta.

Keduanya akan senantiasa menjadi penghuni kehidupan selamanya.
Namun, sebagaimana pernah diyakini Confusius, kita bisa menempatkan cinta lebih banyak sebagai pemenang melalui kebiasaan-kebiasaan.
Sebab, diri ini mirip dengan tanah liat yang kita bentuk melalui kebiasaan-kebiasaan.Bertolak dari sini, membuat hidup yang bergelimang cinta setiap hari sebagaimana lagu Boyzone sebenarnya bukan tidak mungkin.
Ia mungkin dan bisa diwujudkan melalui kebiasaan-kebiasaan.
Dan setiap detik kehidupan sebenarnya kesempatan untuk mewujudkan hidup yang bergelimang cinta.Persoalannya hanya dua, segera memulainya dan lakukan dengan penuh keseriusan.

Tantangan dan godaan pasti akan hadir setiap saat dia mau datang.
Namun, tempatkan tantangan dan godaan tadi sebagai bagian untuk memperkuat cinta, bukan sebaliknya.Anda boleh menyebut kehidupan seperti ini seperti neraka, tetapi saya menyebutnya sebagai benih-benih tumbuhnya cinta.

Di mana bunga cinta yang indah dan harum, tidak tumbuh di atas bunga yang harum juga, melainkan tumbuh di atas tai sapi yang kerap berbau amat tidak sedap

Bulan Kasih Sayang

Ciri keutamaan orang tua adalah memberi keteladanan dan memberi perhatian lebih kepada anak-anak.
Apalagi di bulan ramadhan.
Awali dengan evaluasi apa yang kurang dan apa yang harus dipertahankan dalam mendidik anak.
Kita tidak boleh malu minta maaf kepada anak sekiranya kita ada salah.
Lalu juga tingkatkan perhatian khusus dengan nasihat yang isinya merupakan cermin kasih sayang, bukannya dengan kemarahan.

Tapi pada prinsipnya, rumah tangga di bulan ramadhan ini harus menjadi sarana evaluasi bersama.
Dan buatlah juga program bersama bagaimana untuk menciptakan keluarga yang menyenangkan.
Untuk perubahan perilaku anak, jika anaknya lebih satu maka evaluasi-lah satu persatu.
Kita juga bisa membuat target-target yang bisa dilakukan oleh semua anak.

Tarawih bersama, buka bersama dan sahur bersama bisa jadi momentum untuk curhat-curhatan bersama sehingga anak-anak bisa merasakan adanya orang tua untuk memberikan nasihat dengan cara yang sangat baik.
Selain mengecek kemampuan membaca Al-Qur'an, juga sebaiknya kita bekali anak-anak untuk menjadi ahli sedekah.
Menjelang maghrib latihlah menyiapkan untuk buka, bukan saja untuk orang tua tapi juga untuk tetangga dan teman-teman.
Jangan biarkan anak membesar tanpa kasih sayang orang tua.

Karena bulan ramadhan adalah bulan kasih sayang.

Tak Sesulit Yang Anda Bayangkan

Di sebuah ladang terdapat sebongkah batu yang amat besar.
Dan seorang petani tua selama bertahun-tahun membajak tanah yang ada di sekeliling batu besar itu.
Sudah cukup banyak mata bajak yang pecah gara-gara membajak di sekitar batu itu.
Padi-padi yang ditanam di sekitar batu itu pun tumbuh tidak baik.
Hari ini mata bajaknya pecah lagi.

Ia lalu memikirkan bahwa semua kesulitan yang dialaminya disebabkan oleh batu besar ini. Lalu ia memutuskan untuk melakukan sesuatu pada batu itu.
Lalu ia mengambil linggis dan mulai menggali lubang di bawahbatu.
Betapa terkejutnya ia ketika mengetahui bahwa batu itu hanya setebal sekitar 6 inchi saja. Sebenarnya batu itu bisa dengan mudah dipecahkan dengan palu biasa.
Kemudian ia lalu menghancurkan batu itu sambil tersenyum gembira.

Ia teringat bahwa semua kesulitan yang di alaminya selama bertahun-tahun oleh batu itu ternyata bisa diatasinya dengan mudah dan cepat.

Renungan:
Kita sering ditakuti oleh bayangan seolah permasalahan yang kita hadapi tampak besar, padahal ketika kita mau melakukan sesuatu, persoalan itu mudah sekali diatasi.
Maka, atasi persoalan anda sekarang.
Karena belum tentu sebesar yang anda takutkan, dan belum tentu sesulit yang anda bayangkan.

Wednesday, October 26, 2005

Urip Iku Mung Sak Dermo Ngombe

Hidup itu cuma sekadar minum.
Amat sangat singkat.
Ibarat air baru membasahi tenggorokan, eh, sudah selesai. Tamat.

Berulang kali Ayah dan Nenek mengingatkan saya. "Hati-hati Le, urip iku mung sak watoro, cuma sebentar,'' kata Nenek, penuhkasih.
Sebagai manusia, diingatkan agar tidak dengki atau iri melihat keberuntungan orang lain.
Sebab, kemampuan, kodrat, keadaan, dan keberadaan masing-masing orang itu berbeda.
Ada lagi watak dahwenatau senang mencela orang lain, atau panasten alias senang menghalangi sukses orang lain.

Dalam pupuh durma disebutkan, jangan terlalu banyak makan dan tidur,agar bisa mengurangi nafsu yang menyala-nyala.
Kebenaran, kesalahan, keburukan, kebaikan, dan keberuntungan itu berasal dari perilaku kita sendiri.


Untuk itu, tak usah memuji diri sendiri, dan jangan suka mencela orang lain.
Ajining diri saka obahing lathi, seseorang itu dihargai karena ucapannya.

Dalam pupuh pucung diceritakan tentang pertengkaran sesama saudara yang bisa membawa sial.
Harus rukun. Juga adil.
Hargai dan pujilah --namun jangan berlebihan-- siapa saja yang rajin bekerja dan berprestasi. Sebaliknya, yang malas-malasan harus diingatkan, sebab kemalasan itu akan membawa nasib lebih buruk.
Di pupuh mijil diungkapkan, kita harus berwatak kesatria, berani bertanggung jawab atas semua perbuatan.
Tapi, sikap itu tak perlu ditonjol-tonjolkan.
Yang penting, malu berlaku curang.
Nah,pembangunan yang mengesampingkan dimensi budaya tersebut akan membawa masyarakat pada tiga kesalahpahaman umum, ''Yakni, tidak mengetahui,salah asumsi, dan salah penerapan.

''Pada serat Wedhatama, karya Raja Surakarta, Sri Mangkunegara IV (1809-1881), ditekankan bahwa manusia itu harus punya rasa pangrasa, punya kepekaan, tidak masa bodoh terhadap lingkungan.
Biasanya, orang yangkurang peka itu egoistis.
Kesadarannya untuk berbuat baik tidakberkembang, dan malah makin brengsek.

Nenek tak ingin jiwa dan pikiran saya liar hingga kejeblos ke alam duniawi saja.
Ia berharap saya mengutamakan ketenteraman jiwa dan hati.
Bukan jiwa yang gelisah, gaduh menyesakkan, yang diburu oleh dosa.

Motivation from AA Gym

“Bila kebahagiaan kita adalah membahagiakan orang lain, maka akan sangat luas dan banyak kita merasakan kebahagiaan, namun bila ingin selalu dibahagiakan orang lain, maka banyak kekecewaannya.”


"Tak akan tepat dan adil dalam mengambil keputusan, kecuali diawali dengan mencari informasi, data dan fakta seakurat dan selengkap mungkin serta tidak emosional."

"Orang yang sedikit pengetahuan, wawasan dan pengalaman, seperti yang terbelenggu dan dipenjara oleh keterbatasannya, hidup tak akan leluasa dan sulit untuk berbahagia."

"Kita tak memiliki apapun dan tak dimiliki siapapun selain milik Allah. Hidup di dunia hanyalah mampir sejenak, mencari bekal untuk pulang dan menanti saat maut menjemput."

"Bila kita berbuat baik dengan tulus, maka kita akan menikmati kebaikan kita tanpa pusingkan penilaian orang lain, bila beramal tak ikhlas niscaya akan banyak mengeluh dan kecewa."

“Hati manusia berubah-ubah, sekarang marah mungkin besok lusa sudah reda bahkan mungkin lebih sayang kepada kita, oleh karena itu jangan mendendam atau benci”

Tuesday, October 25, 2005

Cintailah Cinta

Adalah sesuatu yang menyakitkan ketika kita mencintai seseorang, namun ia tak pernah membalasnya, tetapi yang lebih menyakitkan adalah ketika kita mencintai seseorang sedangkan kita tidak pernah dapat menemukan keberanian untuk mengungkapkan perasaan kita padanya.

Sebuah hal yang menyedihkan dalam hidup ketika kita bertemu dengan seseorang, yang sangat berarti bagi kita, hanya untuk mengetahui pada akhirnya seseorang tersebut tidak ditakdirkan untuk bersama kita, sehingga kita harus dengan berat hati membiarkannya pergi dan berlalu.

Teman terbaik adalah teman dimana ketika kita duduk bersama disebuah ayunan, tanpa ada ucapan sekatapun, dan ketika harus berpisah dengannnya, terasa seolah hal tersebut merupakan percakapan paling menyenangkan yang pernah dilakukan bersama.
Adalah benar bahwa kita takkan pernah tahu apa yang telah kita dapatkan hingga kita kehilangannya.
Tetapi adalah benar juga, ketika kita tidak tahu apa yang telah hilang hingga hal tersebut menghampiri kita.
Impikan saja apa yang ingin kita impikan, pergi saja kemanapun kita ingin pergi, jadilah sebagai sosok yang kita inginkan, karena kita hanya memiliki satu buah kehidupan dan satu buah kesempatan untuk dapat melakukan semua hal yang kita inginkan.
Letakkan diri kita sebagai layaknya orang lain, jika kita merasa hal yang kita lakukan akan menyakiti diri kita, hal tersebut mungkin akan menyakiti yang lain pula.
Kata-kata yang terucap tanpa perhitungan mungkin akan menyulut perselisihan, perkataan yang kejam dapat menghancur-kan kehidupan, sebuah kata yang tak tepat mungkin juga mampu menambah beban batin seseorang, dan... sebuah kata yang penuh cinta kasih mungkin dapat menyembuhkan dan memberikan berkah.
Orang yang paling bahagia adalah orang yang tidak merasa selalu membutuhkan semua hal terbaik, mereka hanya berfikir bagaimana menciptakan semua hal menjadi terbaik bagi mereka, yang berlalu dalam hidupnya.

Cinta dimulai dengan sebuah senyum dan berakhir dengan air mata.
Ketika kita dilahirkan, kita adalah orang yang menangis, sementara orang-orang disekeliling kita tersenyum bahagia.
Ketika kita menanggalkan hidup, maka kita adalah pihak yang tersenyum begitu bahagia... sementara orang disekeliling kita menangis.

Batu Kecil

Seorang pekerja pada proyek bangunan memanjat ke atas tembok yang sangat tinggi.
Pada suatu saat ia harus menyampaikan pesan penting kepada teman kerjanya yang ada di bawahnya.
Pekerja itu berteriak-teriak, tetapi temannya tidak bisa mendengarnya karena suara bising dari mesin-mesin dan orang-orang yang bekerja, sehingga usahanya sia-sia saja.
Oleh karena itu untuk menarik perhatian orang yang ada di bawahnya, ia mencoba melemparkan uang logam di depan temannya.
Temannya berhenti bekerja, mengambil uang itu lalu bekerja kembali.

Pekerja itu mencoba lagi, tetapi usahanya yang kedua pun memperoleh hasil yang sama.
Tiba-tiba ia mendapat ide.
Ia mengambil batu kecil lalu melemparkannya ke arah orang itu.
Batu itu tepat mengenai kepala temannya, dan karena merasa sakit, temannya menengadah ke atas?
Sekarang pekerja itu dapat menjatuhkan catatan yang berisi pesannya.

Allah kadang-kadang menggunakan cobaan-cobaan ringan untuk membuat kita menengadah kepadaNya.
Seringkali Allah melimpahi kita dengan rahmat, tetapi itu tidak cukup untuk membuat kita menengadah kepadaNya.
Karena itu, agar kita selalu mengingatkepadaNya, Allah sering menjatuhkan "batu kecil" kepada kita.

Monday, October 24, 2005

Syair Kehidupan

Di saat ini ingin kuterlena lagi
Terbang tinggi di awan
Tinggalkan bumi di sini
Di saat ini ingin kumencipta lagi
Kan kutuliskan lagu
Sambil kukenang wajahmu

Malam panjang, remang-remang
Di dalam gelap aku dengarkan
Syair lagu kehidupan

Cerita Dari Gunung

Seorang bocah mengisi waktu luang dengan kegiatan mendaki gunung bersama ayahnya.
Entah mengapa, tiba-tiba si bocah tersandung akar pohon dan jatuh.
"Aduhh!" jeritannya memecahkeheningan suasana pegunungan.
Si bocah amat terkejut, ketika ia mendengar suara di kejauhan menirukan teriakannya persis sama, "Aduhh!".
Dasar anak-anak, ia berteriak lagi, "Hei! Siapa kau?"
Jawaban yang terdengar, "Hei! Siapa kau?"
Lantaran kesal mengetahui suaranya selalu ditirukan, si anak berseru, "Pengecut kamu!"
Lagi-lagi ia terkejut ketika suara dari sana membalasnya dengan umpatan serupa.

Ia bertanya kepada sang ayah, "Apa yang terjadi?"
Dengan penuh kearifan sang ayah tersenyum, "Anakku, coba perhatikan."
Lelaki itu berkata keras, "Saya kagum padamu!"
Suara di kejauhan menjawab, Saya kagum padamu!"
Sekali lagi sang ayah berteriak "Kamu sang juara!"
Suara itu menjawab, "Kamu sang juara!"

Sang bocah sangat keheranan, meski demikian ia tetap belum mengerti.
Lalu sang ayah menjelaskan, "Suara itu adalah gema, tapi sesungguhnya itulah kehidupan."
Kehidupan memberi umpan balik atas semua ucapan dan tindakanmu.
Dengan kata lain, kehidupan kita adalah sebuah pantulan atau bayangan atas tindakan kita.
Bila kamu ingin mendapatkan lebih banyak cinta di dunia ini, ya ciptakan cinta di dalam hatimu.
Bila kamu menginginkan tim kerjamu punya kemampuan tinggi, ya tingkatkan kemampuan itu.

Hidup akan memberikan kembali segala sesuatu yang telah kau berikan kepadanya.
Ingat, hidup bukan sebuah kebetulan tapi sebuah bayangan dirimu.

Sunday, October 23, 2005

Tuhan Masih Ada Kok...!


"Ternyata Tuhan itu ada," kalimat itu saya dengar hanya beberapa jam setelah seluruh stasiun televisi menayangkan bencana tsunami di Acehhingga menewaskan ratusan ribu orang, akhir Desember 2004.
Begitu pula ketika beberapa bulan kemudian, Allah kembali menggetarkan bumi dan menghancurkan Nias.
Tidak sedikit korban yang meninggal, dan teramat banyak airmata yang tumpah, karena belum lagi kita lupa akan bencana tsunami sebelumnya.
Rupanya belum cukup sampai di Nias, badai Katrina pun menyerang Amerika, Negara dengan berbagai sarana dan fasilitas terlengkap itu pun terlihat tidak siap kedatangan teguran Allah itu.

Masih belum puas Allah mengingatkan ummatnya, Pakistan pun dihantam gempa, sedikitnya lima puluh ribu orang meninggal akibat bencana itu.
Kali ini, mulut kita pun berucap, "Tuhan benar-benar masih ada".
Beberapa hari lalu saya mengantar seorang teman ke rumah anak yatim.
Dia ingin mengantarkan sendiri sedekahnya agar lebih bisa melihat langsung orang yang menerimanya.
"Lebih puas jika langsung menyerahkannya," akunya.

Ada yang membuat saya tergelitik untuk terus memikirkannya sampai di rumah, yakni kalimat yang keluar dari mulut ibu si anak yatim yang mendapat santunan dari teman saya.
"Duh Gusti, akhirnya Engkau mendengar juga doa orang kecil seperti kami".
Selama ini, aku ibu itu, ia tak pernah alpa berdoa, tak pernah meninggalkan sholat, tapi ia selalu bertanya kenapa nasibnya tidak berubah, selalu menjadi orang miskin.
"Sejak kecil, orang tua saya miskin. Sampai saya punya keluarga sendiri, almarhum suami saya juga miskin.
Sampai sekarang tetap jadi orang miskin," keluhnya.

Saya menangkap satu keluhan secara tidak langsung dari ibu itu kepada Allah, kenapa tak berkenan mengubah nasibnya.
Saya terus merenung, hingga kemudian teringat dengan kalimat "ternyata Tuhan itu ada" yang pernah saya dengar ketika bencana dahsyat melanda Aceh.
Kalimat itu, ditambah perkataan ibu si anak yatim, "… Engkau mendengar juga doa kami" itu memunculkan satu anggapan, bahwa selamaini terlalu sering kita menganggap nihil keberadaan Tuhan.
Dan ketika Allah benar-benar menunjukkan keberadaannya, baik dengan bencana maupun nikmat dan anugerah, barulah bibir ini menyebut namanya dan mengakui keberadaannya.
Walaupun harus diakui, nama Tuhan lebih sering terucap di waktu sengsara, saat bencana dan ketika manusia berada dipintu mati.

Saat sehat dan hidup senang, kita lebih banyak lupa akan-Nya. Mungkin selama ini kita lupa bahwa Allah senantiasa terlibat dalam berbagai urusan hidup manusia.
Kita tak sadar, bahwa Allah tak pernah memejamkan matanya untuk merekam setiap gerak kita dalam menjalani kehidupan.
Seluruh gerak kita perinci, semua perkataan kita perhuruf, tercatat dengan sempurna di tangan-Nya.

Kita lupa semua itu, sehingga Dia mengingatkannya kembali dengan tsunami, gempa dan bencana lainnya.Allah menguji seorang hamba tidak hanya dengan bencana, seseorang diberi kelebihan harta, atau sebaliknya dibuat miskin terus menerusitu juga bagian dari ujian dari-Nya.

Siapakah yang lebih mampu bersabar dengan ujian itu, itulah yang membuat Allah tersenyum.
Namun sekali lagi kita lupa, lupa ketika terlalu banyak nikmat Allah berikan.
Kita juga ragu, ragu apakah Allah itu mendengar doa yang setiap hari kita ucapkan sambil menangis.
Sebenarnya, keraguan akan Tuhan dan berbagai ketentuan-Nya seperti yang ditunjukkan dengan bencana, juga oleh ibu si anak yatim , samadengan keraguan yang ada pada diri kita.
Janji Allah melipatgandakan ganjaran untuk setiap sedekah, infak dan zakat yang kita keluarkan dari harta kita, sering tergantung di benak kita, "Benarkah?" Terlebih ketika teramat sering kita berinfak dan bersedekah tapi kita merasa rezeki kita biasa-biasa saja, tidak berlipatganda seperti yang dijanjikan Allah.

Muncullah keraguan akan janji Allah itu, dan karenanya, keesokan harinya kita mengurangi jumlah infak atau sedekah kita.
Hingga di pekan berikutnya, tak ada lagi yang tersisihkan dari harta kita untuk diinfakkan, karena kita semakin ragu.
Padahal, sudah pasti Allah menambahkan rezeki kita, buktinya, kita masih mampu berinfak. Sungguh, Allah menguji kita dengan cara yang seringkali tidak bisa kita mengerti.
Disaat sengsara, hidup susah, kita bertanya, "Tuhan dimana Engkau?" dan memerintah Tuhan, "Tuhan, dengarkan doa kami".

Ketika bencana datang, bibir ini berucap, "Tuhan benar-benar ada dan sedang marah".
Sama halnya dengan kita yang tiba-tiba mendapatkan rezeki yang tidak diduga-duga, padahal baru kemarin kita bersedekah.
"Terima kasih Tuhan, Engkau Maha menepati janji".
Lalu, ketika dahulu sekian lama kita menunggu ganjaran berlipatganda itu kita merasa tak pernah mendapatkannya, akankah mulut ini lancang berkata, "Tuhan, janjimu palsu"?

Percayalah, Tuhan masih ada kok…

Salam Sejahtera Bagi Pak Muslim

Adzan maghrib berkumandang, waktu berbuka puasa pun tiba.
Tapi sore itu saya masih berada di angkot, duduk di pojok berhadapan dengan lelaki paruh baya.
Lelaki itu, serta merta mengeluarkan sebuah minuman kemasan rasa jeruk dari dalam tasnya.
Untuknya berbuka puasa, piker saya.
Tapi ternyata, "Silahkan berbuka, sudah masuk waktunya," sambil menyodorkan minuman itu ke arah saya.
Belum sempat saya menolaknya, ia sudah mengeluarkan beberapa gelas minuman kemasan yang sama, kemudian dibagikan kepada seluruh penumpang dalam angkot, termasuk seorang mahasiswa di sebelahnya.
Mahasiswa itu, seorang non muslim.
Dengan sangat sopan ia menolak pemberian lelaki paruh baya itu.
"Saya bukan muslim, saya tidak berpuasa, terima kasih," ujarnya sopan.

Lelaki itu tak mau kalah, ia tetap menyodorkan minuman itu, dan, "Ini bulan berkah, keberkahan puasa bukan hanya untuk kami yang muslim, bahkan juga untuk orang diluar muslim," kata-kata itu teramat menyentuh batin saya, dan saya yakin juga bagi mahasiswa itu. "Nama saya Muslim" begitu ia memperkenalkan dirinya kepada saya.

Nama yang sangat mewakili perbuatannya.
Islam sebagai rahmat bagi semesta alam, dan seorang muslim semestinya menjadi rahmat bagi semua orang,tidak terkecuali. Seorang muslim ialah yang senantiasa menebar kasih sayang kepada sesama, tak peduli ia berbeda agama.
Dan Pak Muslim telah mengajarkan langsung kan hal-hal yang selama ini masih sering menjadi materi dasar di berbagai pengajian dan forum keagamaan yang kita ikuti.

Pak Muslim bukan seorang ustadz, bukan ulama, dia juga tidak banyak berbicara di atas mimbar, di televisi, tapi apa yang baru saja dilakukannya di hadapan saya, jauh lebih mengagumkan dari sekadar kata-kata indah yang terumbar di berbagai mimbar dan corong pengeras suara. Sungguh saya malu, terlalu sering berbicara dan tak berupaya mengimbanginya dengan amal nyata.

Kalau mau dihitung, sedikit sekali yang sudah saya kerjakan untuk membuktikan betapa Islam itu benar-benar menjadi rahmat bagi seluruh alam, bagi semua umat, tidak terkecuali. Jati diri seorang muslim bukan ditunjukkan dengan simbol, bendera dan kata-kata.
Sesungguhnya, jati diri itu tertanam dalam jiwa yang kemudian tercermin dalam perilaku dan perbuatannya sehar-hari. Pakaian yang kita kenakan hanya menunjukkan fisik kemusliman kita, tapi kesejatian seorang muslim lebih dipancarkan dari kebaikan-kebaikan yang kita kerjakan.

Pakaian seorang muslim yang sebenarnya, adalah kata-kata baik penuh hikmah dan perbuatan yang mengandung keberkahanbagi siapa saja, tidak terkecuali. Nama saya bukan Muslim, tapi saya seorang muslim.

Semoga saya bisa seperti Pak Muslim.

Saturday, October 22, 2005

Bicaralah dengan bahasa hati

Tak ada musuh yang tak dapat ditaklukkan oleh cinta.
Tak ada penyakit yang tak dapat disembuhkan oleh kasih sayang.
Tak ada permusuhan yang tak dapat dimaafkan oleh ketulusan.
Tak ada kesulitan yang tak dapat dipecahkan oleh ketekunan.
Tak ada batu keras yang tak dapat dipecahkan oleh kesabaran.
Semua itu haruslah berasal dari hati anda.

Bicaralah dengan bahasa hati, maka akan sampai ke hati pula.
Kesuksesan bukan semata-mata betapa keras otot dan betapatajam otak anda, namun juga betapa lembut hati anda dalam menjalani segala sesuatunya.

Kita tak kan dapat menghentikan tangis seorang bayi hanya dengan merengkuhnya dalam lengan yang kuat.
Atau, membujuknya dengan berbagai gula-gula dan kata-kata manis.
Kita harus mendekapnya hingga ia merasakan detak jantung yang tenang jauh di dalam dada.

Mulailah dengan melembutkan hati sebelum memberikannya pada keberhasilan anda.

Friday, October 21, 2005

Forgive then Forget

Sudahlah, Maafkan dan Lupakan Saja!
Bayangkan Anda sedang menghadiri pesta yang amat meriah.
Semua orang tampil dengan pakaian terbaik.
Makanan yang dihidangkan pun tampak lezat dan mengundang selera.

Saat Anda antre untuk mengambil makanan, tiba-tiba seseorang yang sangat Anda percaya berbisik di telinga Anda, "Hati-hati, banyak makanan tak halal di sini, bahkan ada beberapa yang beracun !
"Saya berani menjamin Anda akan mengurungkan niat mengambil makanan.
Boleh jadi Anda pun langsung pulang ke rumah.
Anda benar, hanya orang bodohlah yang mau menyantap makanan tersebut.
Kita tak mau makan sembarangan.
Kita sangat peduli pada kesehatan kita.
Anehnya, kita sering - bahkan dengan sengaja - memasukkan " makanan-makanan beracun " ke dalam pikiran kita.

Kita tak sadar bahwa inilah sumber penderitaan kita.
Salah satu makanan yang paling berbahaya tersebut bernama : ketidakmauan kita untuk memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain!
Ketidakmauan memaafkan dan melupakan adalah penyakit berbahaya yang menggerogoti kebahagiaan kita.
Kita sering menyimpan amarah.
Kita marah karena dunia berjalan tak sesuai dengan kemauan kita.
Kita marah karena pasangan, anak, orang tua, atasan, bawahan, dan rekan kerja, tak melakukan apa yang kita inginkan.
Lebih parah lagi, kita memendam kemarahan ini berhari-hari, bahkan bertahun-tahun.
Memang banyak sekali kejadian yang memancing emosi kita.
Pengendara motor yang memaki kita, mobil yang menyalib dan hampir membuat kita celaka, politisi yang hanya memperjuangkan perutnya sendiri, pembantu yang membohongi kita, maupun bos yang pelitnya luar biasa.
Kita mungkin berpikir bahwa orang-orang tak tahu diri ini sudah sepantasnya kita benci.

Penelitian menunjukkan ketidakrelaan memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain memiliki dampak hebat terhadap tubuh kita ; menciptakan ketegangan, mempengaruhi sirkulasi darah dan sistim kekebalan, meningkatkan tekanan jantung., otak dan setiap organ dalam tubuh kita.
Kemarahan yang terpendam mengakibatkan berbagai penyakit seperti pusing, sakit punggung, leher, dan perut, depresi, kurang energi, cemas, tak bisa tidur, ketakutan, dan tak bahagia.

Musuh kita sebenarnya bukanlah orang yang membenci kita tetapi orang yang kita benci. Untuk mencapai kebahagiaan, berikanlah maaf kepada orang lain.
Hentikan kebiasaan menyalahkan orang lain.

Ingatlah kesempurnaan manusia justru terletak pada ketidak sempurnaannya.

By Arvan Pradiansyah (Republika)

Thursday, October 20, 2005

Path of Beauty, Joy, and Harmony

Mendalami cinta seperti menggali Sumur.
Ditempat dangkal adanya lumpur, ditempat dalam ada kejernihan
--------------------
Siapa saja yang memiliki harta jauh lebih banyak dari yang dibutuhkan,
hidupnya pasti sangat rumit.
---------------------

Mau bahagia sejam? Tidurlah
Sehari? Mancinglah
Sebulan? Kawin lagi
Setahun? Minta warisan
Bahagian Selamanya? Cintai orang lain
--------------------
Tidak sombong ketika di atas, tidak sedih ketika di bawah.
Itulah kebahagiaan yang paling mencerahkan
---------------------
Kecantikan sejati ada di dalam sanubari tapi kearifan sejati adalah bagaimana melatih di dalam diri
---------------------
Esensi bunga adalah madu, esensi susu adalah mentega.
Dan esensi pengetahuan adalah perfect wisdom
----------------------
Hidup mirip dengan sekolah.
Ketika badai datang, itu tanda sedang ulangan umum.
Begitu selesai, ketika naik kelas.
----------------------
Seperti pelukis, kita melukis diri kita setiap hari melalui ucapan-ucapan.
So speak good or be silent
---------------------
Jembatan terpendek yang menghubungkan kita dengan Tuhan, bernama Cinta dan Keikhlasan. ----------------------
Kejujuran, ketulusan, keikhlasan jauh lebih berguna dari praktek meditasi manapun.
----------------------
Yang lahir akan mati, yang datang akan pergi, tapi ada yang tidak pernah lahir dan tidak pernah mati, tidak datang tidak pergi:
Cinta!

It's Not Easy

I like this song firstly because of the melody, but I started liking it more after I paid attention to the lyrics.
To me it meant that many people have a facade, intentionally or not, and underneath that you'll find a person that is totally far from what you expected.
The song is by Five for Fighting and it's called Superman (It's Not Easy)


I can't stand to flyI'm not that naive
I'm just out to find
The better part of me
I'm more than a bird..
I'm more than a plane
More than some pretty face beside a train
It's not easy to be me
Wish that I could cry
Fall upon my knees
Find a way to lieAbout a home
I'll never see
It may sound absurd...but don't be naive
Even heroes have the right to bleed
I may be disturbed...but won't you concede
Even heroes have the right to dream
It's not easy to be me
Up, up and away...away from me
It's all right...You can all sleep sound tonight
I'm not crazy ...or anything...
I can't stand to fly
I'm not that naive
Men weren't meant to ride
With clouds between their knees
I'm only a man in a silly red sheet
Digging for kryptonite on this one way street
Only a man in a funny red sheet
Looking for special things inside of me
It's not easy to be me.

Wednesday, October 19, 2005

Lebih Nikmat Dengan Berbagi

Ia membiarkan putrinya tidur di pangkuannya, matanya menerawang memperhatikan mobil-mobil truk maupun pick up yang membawa sayur-sayuran.
Pukul 01.15 dini hari itu, Mbok Dariah, berkutat dengan hawa dingin terminal yang setiap dini hari berubah menjadi pasar kaget. Sebentar ia berlari meninggalkan putrinya yang terlelap untuk mengejar tumpukan sayur di truk atau mobil pick up, seketika, karung besar berisi sayur atau cabai sudah berada di pinggangnya.

Setiap hari ia lakukan itu dengan membawa serta putri bungsunya yang masih berusia empat tahun.
Sang putri, tentu tak pernah mengerti mengapa ibunya rela melakoni pekerjaan itu, memerangi kantuk, berselimut udara malam yang dingin, kemudian berkeringat saat dan sesudah memanggul karung.
Padahal, upah yang didapat dari memanggul karung itu tak seberapa.
Tidak hanya di hari-hari biasa, bahkan di bulan Ramadhan pun ia tetap menjalani pekerjaan kasarnya itu.
"Justru kalau bulan puasa, lebih banyak dapat duitnya," ujarnya singkat.
Ya, Ramadhan memang membawa berkah pula bagi seorang Dariah.
Jumlah permintaan belanja masyarakat lebih tinggi, sehingga pasar malam lebih ramai.
Tidak hanya dua tiga karung yang bisa terangkut olehnya, bahkan di bulan ini bisa mencapai enam karung.
"Lumayan, bisa buat buka puasa," pungung tangannya membasuh peluh di keningnya. Bagaimana dengan sahur? "Nggak mikirin sahur deh, dapatnya juga nggak seberapa.
Makan satu lontong saja sudah syukur," akunya polos.
Sedikit uang yang didapatnya dini hari itu membuatnya berpikir berulang kali untuk membeli sebungkus nasi sahurnya.
Hingga akhirnya, lebih sering ia memutuskan untuk tidak makan sahur.
Sedangkan untuk tiga anak lainnya di rumah, ia sudah membagi dua nasi dan lauk makanan berbuka untuk makan sahur.

Di lain tempat, Bang Wawan, tukang becak yang biasa mangkal di depan gang rumah ibu saya malah lebih sering tidak makan sahur.
Menurutnya, kalau dalam sehari banyak nariknya ia bisa makan sahur bersama lima teman lainnya di satu pangkalan.
"kalau sepi, kadang makan, kadang sebungkus berdua, tapi lebih sering nggak makan".
Ia mengaku sudah biasa tak makan sahur, meski pun ia harus tetap berpuasa saat menjalankan pekerjaannya sebagai tukang becak.
Lelah, sudah pasti, tak bertenaga saat mengayuh becak, masuk akal, karena tidak ia tak makan sahur.
Itulah sebabnya, saat saya berkunjung ke rumah ibu, meski tak setiap sore, sering ada makanan berbuka dan beberapa bungkus nasi untuk tukang becak di pangkalan depan gang itu.
Hampir semua warga disitu bergantian memberi makanan berbuka atau makan sahur untuk Bang Wawan dan teman-temannya.

Lalu bagaiman dengan tukang becak di pangkalan lainnya?
Apakah mereka juga makan sahur? Mungkinkah warga sekitarnya cukup peduli dengan orang-orang seperti Bang Wawan?
Seorang kawan bercerita, airmatanya tak henti meleleh sampai menjelang dzuhur setiap kali teringat wajah-wajah polos di panti yatim.
Dini hari tadi, ketika waktu sahur ia dan beberapa teman kantornya menyambangi dua panti yatim di Jakarta dengan membawa nasi bungkus untuk makan sahur anak-anak yatim.
Pengakuan pengelola panti lah yang membuatnya terus menangis, "Setiap malam saya tidak bisa tidur, mikirin apa yang bisa dimakan untuk sahur".
Menatap polos mata-mata penuh harap milik anak-anak itu, hatinya makin terenyuh. Bagaimana mungkin selama ini ia bisa nikmat menyantap makan sahur dan berbukanya, sementara dini hari itu ia tahu ada banyak anak-anak yang tak punya apapun untuk dimakan.

Melihat kembali meja makan kita yang penuh sesak makanan berbuka, yang terkadang tak habis hingga makan sahur tiba.

Sementara kita sudah menyiapkan makanan yang lain untuk sahur.
Jadilah tempat sampah persinggahan makanan sisa berbuka.
Mungkin, terlalu banyak makanan yang terjejal di mulut ini, menyesaki setiap rongga dalam perut kita.
Padahal, pasti lebih nikmat jika kita membaginya.
Saat kita berpuasa, mereka juga berpuasa
Ketika tiba waktu berbuka, banyak diantara mereka yang tetap berpuasa
Waktu makan sahur, mereka menatap meja makan dan piring kosong

Tanpa berbagi, nikmatkan santapan kita?

Tuesday, October 18, 2005

Gede Prama: Matahari Dalam Diri

Hidup penuh dengan jejak kaki.
Demikian sejarah pernah bertutur pada manusia.
Sayangnya, logika dan kata-kata manusia tidak dan tidak akan pernah bisa memotret jejak-jejak kaki tadi sebagaimana adanya.
Logika dan kata-kata, di satu sisi memang jembatannya pemahaman, di lain sisi ia juga suka memperkosa.
Karena pemerkosaan jenis terakhir inilah, kemudian pengetahuan manusia manapun jadi tidak sempurna.

Di tangan manusia-manusia yang digiring kepintaran, ketidaksempurnaan terakhir kemudian menjadi bahan wacana.
Ada juga yang membuatnya sebagai sarana tawar menawar kepentingan, alat untuk melakukan penyerangan, bahan-bahan untuk memamerkan kehebatan.
Ada yang bertanya, tidakkah ini hanya bunga-bunga kehidupan yang membuat semuanya jadi kaya warna?

Di tangan manusia-manusia bijaksana nasib ketidaksempurnaan pengetahuan manusia lain lagi. Bagi mereka, ketidaksempurnaan ada untuk mengajarkan kesempurnaan pada manusia.
Ada juga yang menyebutkan, kalau hidup ditujukan justru untuk melengkapi sisi-sisi pemahaman yang belum sempurna. Bagi pejalan-pejalan kaki di jalan jiwa lain lagi. Ketidaksempurnaan ada untuk menjadi lahan-lahan latihan jiwa.

Bukankah setelah tertabrak berbagai karang kehidupan, jatuh dalam banyak jurang kehidupan, kemudian jiwa bisa pulang dengan tenang?
Ah entahlah, pejalan-pejalan kaki di jalan kejernihan memang hanya boleh bertanya.
Jawaban memang senantiasa diserahkan kepada mereka yang mendengar ketika pertanyaan dilontarkan.
Tidak semua suka tentu saja.
Dan itupun tidak apa-apa.
Yang jelas, apapun pertanyaannya, apapun jawabannya, siapapun yang bertanya, siapapun yang menjawab, ada sebuah gejala yang terus menerus berjalan : waktu!

Seperti jarum jam di dinding, berjalan, berjalan dan berjalan.
Kadang ia berhenti karena baterrynya mati, cuman waktu yang ia wakili tidak membutuhkan battery dan tenaga manapun.
Ia adalah tenaga itu sendiri, ia adalah gerakan itu sendiri, ia adalah hidup itu sendiri.
Sebagai manusia biasa, kita kerap baru tersadar, kadang malah terkejut, ketika melihat putera-puteri di rumah sudah besar.
Tatkala merasakan badan tidak lagi sekuat dulu.
Mana kala melihat orang-orang yang lebih muda dipanggil yang kuasa.
Logika dan kata-kata manusiapun memberikan judul : tua.

Dan judul terakhirpun tidak sama pemahamannya.
Ada yang mengkaitkannya dengan badan yang berbau tanah.
Ada yang menyebutnya dengan masa-masa panen dalam hidup.
Ada juga yang meletakkannya sebagai waktu membalas dendam perhatian ke anak cucu

Monday, October 17, 2005

Sepertinya, Ini Hari Terakhir Saya

Tetapi saya masih terus menikmati keterlenaan dan menunda-nunda amal baik.
Semestinya diri ini berpacu dengan waktu yang semakin dekat, agar lebih banyak lagi kebaikan yang terbuat.
Bukankah saya teramat tahu, manusia yang berhak tersenyum di akhirat kelak ialah yang paling banyak timbangan amal kebaikannya?
Lalu kenapa diri ini masih banyak berdiam diri, meski terbentang luas hamparan ladang amal di depan saya.

Anak-anak yatim masih terlantar, masjid-masjid lebih sering menyendiri, dan fakir miskin terus bertambah.
Semakin hari, semakin saya merasa bahwa waktu yang diberikan Allah buat diri ini semakin berkurang.
Masanya semakin dekat bagi saya, dan saya kira tidak berapa lama lagi utusan Allah akan berkunjung.
Tetapi saya masih merasa tenang, tidak sedikit pun ada ketakutan menghadapinya.
Padahal saya teramat sadar, jikalah malaikat melihat tas bekal takwa yang saya punya, teramat malulah diri.

Sangat jauh dari cukup perbekalan yang sudah saya persiapkan untuk menuju kampung akhirat. Sebuah perjalanan yang teramat jauh dan memerlukan bekal sebanyak-banyaknya, namun saya tak pernah berusaha memenuhi tas bekal itu.
Akankah saya menghadap-Nya dengan berbagai kekurangan ini?
Pakaian yang saya kenakan saat ini begitu compang-camping, tak terhitung lubang dan koyak yang belum sempat tertambal.
Tak malukah saya bertemu dengan Allah yang Maha Agung dengan pakaian yang penuh noda? Tak terbilang dosa yang saya perbuat selama hidup, tak mampu terhitung kesalahan yang disengaja maupun yang tak tersengaja, belum banyak kebaikan yang saya perbuat untuk menambal keburukan yang semakin pekat memenuhi wajah ini.
Padahal, hanya dengan memperbanyak kebaikan lah noda-noda hitam itu bisa terhapus, segala koyak dan lubang di pakaian diri kembali terjahit.

Hari ini, mungkin hari terakhir saya, tapi teramat banyak koyak yang belum tertambal.
Malam nanti, bisa jadi terakhir kalinya saya menikmati indahnya rembulan, dan bintang-bintang di sekitarnya, sambil merasai kesejukan angin malam.
Saya tahu, bisa jadi, disaat saya tengah menikmati malam inilah malaikat Izrail datang dan mengajak serta diri ini menghadap Sang Khalik.
Semestinya saya lebih sering menghiasi malam-malam saya dengan bersujud, membasahi bibir ini dengan lebih sering menyebut nama-Nya.

Sudah sering saya dengar, bahwa Allah senang kepada hamba yang menyebut-nyebut nama-Nya. Nyatanya, saya belum benar-benar siap jika hari ini Dia menghendaki saya bertemu-Nya.
Tak banyak kebaikan yang membuat saya merasa percaya diri menghadap-Nya saat ini.
Belum bersih benar wajah ini dari noda kehitaman akibat sekian banyak kesalahan yang belum sempat saya menghapusnya dengan amal shalih, teramat tak pantas untuk bersua dengan wajah agung milik-Nya.

Meski sudah berusaha menambal setiap koyak di pakaian, namun masih saja tangan ini berbuat alpa dan kekeliruan sehingga menyebabkan koyak yang lebih banyak lagi. Padahal, pakaian terbaik lah yang harus saya kenakan saat bertemu-Nya nanti.
Dan terpenting dari itu semua, nampaknya Allah masih belum bisa tersenyum dengan ibadah-ibadah saya yang seadanya, seperlunya, sekadarnya dan sesempatnya. Tuhan, semoga hari ini bukan hari terakhir saya.
Belum cukup bekal takwa yang saya persiapkan menuju-Mu, tak satupun amal unggulan yang bakal saya persembahkan di hadapan-Mu.

Tapi, jika memang ini hari terakhir bagi saya, maka ampunilah diri ini.
Jika ampunan-Mu tak saya dapati, malanglah diri ini sungguh.

Saturday, October 15, 2005

LEADERSHIP



The first step to leadership is servanthood. - John C.Maxwell.

Leadership is not magnetic personality — that can just as well be a glib tongue.
It is not 'making friends and influencing people' — that is flattery.
Leadership is lifting a person's vision to high sights, the raising of a person's performance to a higher standard, the building of a personality beyond its normal limitations.
- Peter F. Drucker

The first responsibility of a leader is to define reality. The last is to say thank you.
In between, the leader is a servant. – Max DePree

The very essence of leadership is [that] you have a vision. It's got to be a vision you articulate clearly and forcefully on every occasion. You can't blow an uncertain trumpet.
- Theodore Hesburgh

Leadership is the capacity to translate vision into reality. - Warren G. Bennis

The leader who exercises power with honor will work from the inside out, starting with himself. - Blaine Lee

Leadership is practiced not so much in words as in attitude and in actions. - Harold Geneen

If you lead on the people with correctness, who will dare not to be correct? - Confucius

Leadership has a harder job to do than just choose sides. It must bring sides together. - Jesse Jackson

Leadership is an action, not a position. - Donald H. McGannon

Leaders are the ones who keep faith with the past, keep step with the present, and keep the promise to posterity. - Peter Ferdinand Drucker - Harold J. Seymour.

A good leader inspires others with confidence in him; a great leader inspires them with confidence in themselves. -Unkown.

Friday, October 14, 2005

Arti Kesendirian


Sebutir air ikut mengucur dari sebuah slang air di tangan seorang tukang kebun.
Ia merasa dirinya seperti kekuatan raksasa yang mampu mematahkan ranting ringkih dan dedaunan kering di kebun yang gersang, karena musim kemarau yang sangat panjang.
Tetapi, setelah slang itu terserak kembali sendiri dan menempel di sehelai daun mawar yang masih menghijau.

Sebutir air itu menjadi oase kecil yang amat cantik di mata seorang pelukis yang sedang memindahkan keindahan mawar itu ke atas kanvasnya yang dipesan oleh istana untuk dihadiahkan kepada tamu negara.
Dan butir air itu pun terpindahkan gambarnya menjadi puncak pesona di dalam sebuah lukisan yang membuat semua orang takjub kepada kemolekannya.

Sampai akhirnya, tetesan air itu merasa dirinya melayang-layang oleh bahagia.
Karena meskipun hanya setetes dan tidak lagi terkumpul sebagai sebuah kekuatan ia masih bisa memberikan arti.
Lalu, butir air itu berpikir bahwa seandainya ia tidak terpercik sendirian ke atas dedaunan, tetapi tetap berkumpul dalam sebuah genangan air, ia mungkin hanya menjadi tempat tetas nyamuk berdarah.

Jadi, kesendirian punya arti yang tak kecil bila disyukuri.

Makna Kejujuran

Mustikah kejujuran itu dilakukan dengan kelembutan
Atau kejujuran lebih muncul dengan kekerasan
Lembut mengajak kita bermain-main di seputar kejujuran
Keras mengacu pada ketegasan suara

Kata lembut memberi sejuta makna
Tegas kata mencari satu makna
Lihat lagi hidupmu
Menjadi satu mati atau berjuta pelangi
Pelangi memberi arti pada interpretasi
Yang memberi bermacam jati diri
bercampur baur tanpa arti

Lalu bagaimana hidup ini?

Thursday, October 13, 2005

Falsafah Kembang

Falsafah hidup kembang cukup menarik atau mungkin sangat menarik utk dikaji.
Dimanapun kaki ini melangkah di bumi Allah Swt.
Kita seringkali melihat sosok yang satu ini; kembang.
Di padang pasir sekalipun, sosok kembang hadir, meskipun dengan wujud penuh dengan duri.
Di situ kembang hadir sbg penyeimbang sebuah ekosistem.

Kembang, memiliki usia yang singkat, sangat singkat.
Namun, singkatnya usia tersebut tidak menjadikan kembang patah semangat utk memberikan persembahan terbaik pada setiap orang.
Kehadiran merekahnya sebuah kembang dinanti setiap orang. '

Tatkala merekah, hati pun ingin tuk memilikinya, harumnya semerbak mewangi menghias indah suasana.
Sedikit kupasan tentang falsafah hidup kembang semoga bisa diambil pelajaran buat kita semua utk senantiasa mengisi hidup dg kemanfaatan dan memberikan persembahan terbaik dalam hidup.

"Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia yang lain..."

Manusia Biasa

seandainya ku bisa ingin ku petik bintang
untuk kelak ku persembahkan
namun ku manusia bukanlah dewa
yg ku punya hanyalah cinta kasih sayang
aku hanyalah manusia biasa
yg tak pernah lepas dari khilaf
ku mencoba merubah segalanya
mungkin ada kesempatan
aku juga merasa ingin dicinta
disanjungi untuk selamanya
kalau memang ku salah berikan maaf
demi sumpah cinta yg pernah kita ucapkan
(Radja, 2005)

Apa Yang Kita Sombongkan


Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan.
Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras.

Keringatnya bercucuran deras.
Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, "Apa yang sedang Anda lakukan?" Sang Guru menjawab, "Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat.
Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka.
Mereka pun tampak puas sekali.
Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan.
Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya."

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari.
Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor MATERI.
Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.
Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh factor KECERDASAN.
Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.
Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor KEBAIKAN.

Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.
Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya.

Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan.
Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence).
Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan.
Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu EGO di satu kutub dan KESADARAN sejati di lain kutub.
Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa.
Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup.
Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.
Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego.

Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan bencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.
Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju KESADARAN sejati.

Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan.

Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah MAKHLUK FISIK, tetapi MAKHLUK SPIRITUAL.
Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia.
Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.
Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal.
Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala "tampak luar" lainnya.
Yang kini kita lihat adalah"tampak dalam".
Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri.
Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.
Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi.
Energi yang kita berikankepada dunia tak akan pernah musnah.
Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain.
Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam.

Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri.

Kalau begitu, apa yang kita sombongkan?

Wednesday, October 12, 2005

Lenyapnya Keinginan dan Ketakutan

Apa yang kita harap, kita kejar, kitapun lari dari apa yang kita takuti.
Sebetulnya kita adalah para pemburu,
sekaligus para pelarian,
tergantung pada apa yang kita terima dan yang kita tolak.

Siapa yang memburu, menjadikan dirinya seorang pemburu,
keinginan adalah motor penggeraknya.
Siapa yang melarikan diri, menjadikan dirinya seorang pelarian,
ketakutan telah memangsa kekuatan Kebijaksanaannya.

Kebijaksanaan adalah pengetahuan tertinggi,
tentang lenyapnya keinginan dan ketakutan.
Jika kita menyelidiki hal ini seumur hidup kita,
maka pemahaman akan muncul dari semua yang kita lakukan.

Gede Prama: Kosong itu Isi

Ada sebuah wilayah yang jarang ditelusuri ilmu pengetahuan, wilayah tersebut diberi sebutan kosong.
Dalam matematika, ia diberi simbul angka nol.

Dalam tataran wacana yang biasa, ia diidentikkan dengan ketiadaan.
Sesuatu yang memang tidak ada, tidak bisa dijelaskan, tidak terlihat, apa lagi bisa diraba. Pokoknya, kosong itu berarti tidak ada.

Agak berbeda dengan orang barat memandang kekosongan, orang timur mengenal istilah koan. Sebagaimana hakekat kosong yang tidak bisa dijelaskan, ide terakhir juga bersifat unexplainable. Ia mungkin hanya bisa ditanyakan.
Pertanyaa koan yang paling terkenal berbunyi begini : bagaimanakah bunyi tepuk tangan yang hanya dilakukan oleh sebelah tangan ?

Siapa saja akan mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan terakhir.
Lebih-lebih kalau sumber jawaban yang dimiliki hanya bersumber pada logika-logika empiris.
Sulit dibayangkan, ada seseorang atau sekumpulan orang yang pernah mendengar bunyi tepuk tangan yang hanya dilakukan sebelah tangan.
Sama sulitnya dengan membuat nyata angka nol.
Tanpa bermaksud menjawab pertanyaan terakhir, sekarang coba perhatikan cangkir, gelas, piring, rumah, lapangan sepak bola, sampai dengan alam semesta.
Bukankah semua itu jadi berguna karena menyimpan ruang kosong.

Sulit dibayangkan, bagaimana kita manusia bisa memetik guna dan manfaat dari cangkir, gelas, rumah dan lapangan sepak bola yang penuh.
Apa lagi ruang kosong super besar yang menutup alam semesta.
Andaikan ruang kosong terakhir tertutup benda yang memungkinkan kekosongan tadi lenyap, dari mana manusia menghirup udara ?
Bukankah semua kehidupan akan mati percuma dan tiada guna ?
Dalam bingkai-bingkai pertanyaan (bukan pernyataan) seperti ini, saya menjaga jarak terhadap sinyalemen matematika yang mengidentikkan kekosongan dengan angka nol yang berarti tiada.
Kekosongan, setidaknya dalam bingkai pertanyaan di atas, memiliki arti, guna, serta manfaat yang tidak kalah dengan apa-apa yang sejauh ini disebut berisi.

Bahkan, sebagaimana dicontohkan oleh lapangan sepak bola dan alam semesta di atas, kekosongan lebih ‘berisi’ dari apa-apa yang sejauh ini disebut dengan isi.
Bahkan, dalam beberapa bukti (seperti udara yang bermukim di ruang kosong) kekosongan menghadirkan substansi manfaat yang lebih besar.
Setelah dibuat berkerut sebentar oleh penjelasan di atas, mari kita bawa perdebatan tentang kekosongan terakhir ke dunia mind.
Ilmu pengetahuan dan sekolah memang membuat mind jadi penuh dengan isi.
Ada isi yang bernama fisika, matematika, statistika, manajemen dan masih banyak lagi yang lain.
Dan berbeda dengan isi rumah, atau isi cangkir, isi mind memiliki pengaruh yang besar dalam hal bagaimana mata melihat dunia.
Orang-orang yang tahu dan paham betul akan statistika, memiliki penglihatan berbeda dengan mereka yang awam akan statistika.
Serupa dengan itu, sebagai orang yang lahir dan tumbuh di dunia manajemen, saya memiliki pandangan yang sering kali berbeda dengan sahabat-sahabat yang tidak pernah tumbuh di lahan manajemen.

Hanya kedewasaan dan kearifan yang memungkinkan perbedaan terakhir kemudian bergerak maju ke dalam pengkayaan-pengkayaan.
Sayangnya, tidak banyak yang memiliki kedewasaan dan kearifan terakhir.
Sehingga jadilah fully occupied mind – baik karena penuh oleh pengetahuan, pengalaman, kepentingan maupun yang lain – tidak sebagai sumber dari banyak hal yang berisi. Sebaliknya, menjadi awal dari penghancuran-penghancuran yang tidak berguna dan berbahaya.Sebutlah wacana-wacana dikotomis benar-salah, sukses-gagal, sedih-gembira.
Ia adalah hasil ikutan dari over intelectualizing yang dilakukan oleh kepala-kepala yang penuh dengan isi. Ia memang memenuhi banyak buku, jurnal, majalah, koran.
Dan pada saat yang membuat semuanya jadi fully occupied.
Sehingga tidak menyisakan sedikitpun ruang kosong wacana.
Sebagai hasilnya, sudah mulai ada orang yang gerah kepanasan, bahkan ada yang mulai tidak bisa bernafas, dan pada akhirnya mati suri tanpa disadari.Satu spirit dengan kekosongan alam semesta yang memungkinkan manusia menghirup udara gratis, mungkin ada manfaatnya untuk menoleh pada unoccupied mind, unborn mind, atau apa yang kerap saya sebut dengan unschooled mind.
Sebagaimana tubuh yang memerlukan udara segar, mind juga memerlukan kesegaran-kesegaran.Dan di titik ini, kekosongan adalah alternatif yang layak untuk direnungkan.
Coba Anda perhatikan apa reaksi orang-orang kalau tiba-tiba di depannya ada mobil bergerak menuju dirinya.
Entah orang kaya, orang miskin, orang desa, orang kota, orang tua maupun muda, beresponnya sama : lari atau melompat ketakutan.
Saya kerap memperhatikan bunyi anak-anak menangis.
Entah itu di Inggris, Australia, Prancis, Amerika atau Indonesia, tangisan bayi senantiasa sama.
Ini hanya sebagian contoh dan bukti the unborn mind.
Percaya atau tidak, dalam keadaan-keadaan tertentu, semua manusia bisa kembali ke sana, ke alam kosong yang penuh dengan isi.Ada orang yang takut memang pergi ke sana.
Dan saya termasuk orang yang rajin bereksplorasi di sana.
Mirip dengan alam pegunungan yang tidak terjamah manusia, di mana udaranya demikian segar dan menjernihkan, unborn mind juga serupa. Kesegaran, kejernihan dan kebeningan hadir dalam dunia kosong yang berisi.

Paradoksnya, bukankah tulisan pendek ini juga penuh dengan isi ?

Tuesday, October 11, 2005

Jika Ramadhan Tak Pernah Ada


Masjid terlihat penuh sejak hari pertama bulan Ramadhan, di malam hari saat salat tarawih, bahkan di waktu subuh.
Di waktu-waktu salat lainnya, seperti dzuhur dan ashar, masjid pun disemuti orang-orang yang singgah untuk salat kemudian melepaskan penat dan lelah usai bekerja.
Sebagian tampak serius mendengarkan ceramah selepas dzuhur. Adakah suasana seperti itu bisa kita temui di bulan lain selain Ramadhan?

Jika Allah tak menciptakan bulan Ramadhan untuk kehidupan kita, mungkinkah masjid kita dipenuhi jamaah setiap malam dan waktu subuh?
Di banyak tempat, hampir setiap saat bisa kita saksikan orang-orang, muda dan tua, khusyuk memegang mushaf Alquran.
Seolah menjadi bacaan wajib yang tak boleh tertinggal untuk menghiasi hari dengan lantuan ayat suci, tak peduli dimana mereka berada.
Di dalam bis, gerbong kereta, dalam kelas, kampus, di kantor, bahkan dalam kendaraan pribadi pun diperdengarkan suara yang semakin mendekatkan kita kepada Allah.

Andai hari-hari terakhir yang kita saksikan saat ini bukan hari-hari Ramadhan, adakah orang-orang yang menjadikan Alquran bacaan wajibnya setiap hari, bahkan setiap usai salat lima waktu sebanyak saat ini? Orang-orang berlomba memperbanyak sedekah, infak dan zakat seolah esok hari kita akan mati, sehingga merasa punya cukup bekal untuk berhadapan dengan Allah.

Jika Allah tak menjanjikan ganjaran berlipat ganda untuk setiap amal shalih, infaq dan sedekah yang dilakukan di bulan Ramadhan, mungkinkah sama semangat kita untuk beramal shalih? Sebesar saat Ramadhan kan sedekah yang kita beri?
Di waktu-waktu menjelang maghrib, para tetangga saling hantar penganan berbuka.
Masjid-masjid membuka pintu lebar-lebar, kemudian mengundang fakir miskin dan orang-orang dalam perjalanan untuk berbuka puasa bersama, menikmati penganan seadanya.
Begitu adzan berkumandang, keceriaan fakir miskin begitu jelas terlihat meski hanya segelas teh manis dan tiga buah kurma di tangan mereka.

Jika tak pernah ada yang menjelaskan bahwasanya pahala memberi makanan berbuka bagi orang berpuasa sama dengan pahala berpuasa itu sendiri, akankah tetap tersedia makanan berbuka di berbagai masjid?
Adakah saling hantar makanan oleh orang-orang bertetangga?
Sejuk, nyaman dan aman.
Inilah suasana yang tercipta dan kita rasakan selama bulan Ramadhan.
Semua orang di hadapan kita begitu mempesona, dan yang kita jumpai pun tampak baik, sabar, serta menahan amarah mereka.
"Jangan marah, kan sedang berpuasa" itu nasihat yang sering kita dengar saat amarah memuncak, redalah hati.
Senyum persaudaraan senantiasa kita dapatkan di mana pun kita berada.

Akankah hari-hari penuh kesejukan seperti ini yang tetap bisa kita rasakan seandainya Ramadhan tak pernah ada? Kepedulian terhadap sesama begitu tinggi di bulan ini, mungkin pengaruh perut lapar kita yang ikut merasakan betapa banyak orang-orang yang tetap "berpuasa" meski bukan di bulan Ramadhan.

Saling berbagi, memberi dan empati amat ringan tercipta dari tangan dan hati kita.
Tetap pedulikah kita di bulan selain Ramadhan?
Masih adakah yang akan terus kita bagi kepada orang lain, meski tak lagi di bulan Ramadhan?
Jika Ramadhan tak pernah ada, masihkah kita jumpai kebaikan, kepedulian, dan kesejukan dalam kehidupan sehari-hari?
Akankah semua kenikmatan itu hanya seperti buah kurma, yang muncul khusus di bulan Ramadhan saja.

Kemudian hilang entah kemana sehari setelah hari raya, sehari setelah kita saling bermaafan, sehari setelah kita merayakan hari kemenangan.
Beruntunglah kita, karena Allah menghadirkan Ramadhan untuk hamba-Nya.
Akan sangat beruntunglah kita, jika kita mampu menghadirkan nuansa Ramadhan di lain bulan selain Ramadhan.
Semoga.

Nilai Seikat Kembang

Seorang pria turun dari sebuah mobil mewah yang diparkir di depan kuburan umum.
Pria itu berjalan menuju pos penjaga kuburan.
Setelah memberi salam, pria yang ternyata adalah sopir itu berkata,"Pak, maukah Anda menemui wanita yang ada di mobil itu?
Tolonglah Pak, karena para dokter mengatakan sebentar lagi beliau akan meninggal!"

Penjaga kuburan itu menganggukan kepalanya tanda setuju dan ia segera berjalan di belakang sopir itu.
Seorang wanita lemah dan berwajah sedih membuka pintu mobilnya dan berusaha tersenyum kepada penjaga kuburan itu sambil berkata,"Saya Ny. Steven. Saya yang selama ini mengirim uang setiap dua minggu sekali kepada Anda. Saya mengirim uang itu agar Anda dapat membeli seikat kembang dan menaruhnya di atas makam anak saya. Saya datang untuk berterima kasih atas kesediaan dan kebaikan hati Anda. Saya ingin memanfaatkan sisa hidup saya untuk berterima kasih kepada orang-orang yang telah menolong saya."

"O, jadi Nyonya yang selalu mengirim uang itu? Nyonya, sebelumnya saya minta maaf kepada Anda. Memang uang yang Nyonya kirimkan itu selalu saya belikan kembang, tetapi saya tidak pernah menaruh kembang itu di pusara anak Anda." jawab pria itu.
"Apa, maaf?" tanya wanita itu dengan gusar.
"Ya, Nyonya. Saya tidak menaruh kembang itu di sana karena menurut saya, orang mati tidak akan pernah melihat keindahan seikat kembang.
Karena itu setiap kembang yang saya beli, saya berikan kepada mereka yang ada di rumah sakit, orang miskin yang saya jumpai, atau mereka yang sedang bersedih.
Orang-orang yang demikian masih hidup, sehingga mereka dapat menikmati keindahan dan keharuman kembang-kembang itu, Nyonya," jawab pria itu.
Wanita itu terdiam, kemudian ia mengisyaratkan agar sopirnya segera pergi.

Tiga bulan kemudian, seorang wanita cantik turun dari mobilnya dan berjalan dengan anggun ke arah pos penjaga kuburan.
"Selamat pagi. Apakah Anda masih ingat saya? Saya Ny. Steven.
Saya datang untuk berterima kasih atas nasihat yang Anda berikan beberapa bulan yang lalu. Anda benar bahwa memperhatikan dan membahagiakan mereka yang masih hidup jauh lebih berguna daripada meratapi mereka yang sudah meninggal.
Ketika saya secara langsung mengantarkan kembang-kembang itu ke rumah sakit atau panti jompo, kembang-kembang itu tidak hanya membuat mereka bahagia, tetapi saya juga turut bahagia.
Sampai saati ini para dokter tidak tahu mengapa saya bisa sembuh, tetapi saya benar-benar yakin bahwa sukacita dan pengharapan adalah obat yang memulihkan saya!

"Jangan pernah mengasihani diri sendiri, karena mengasihani diri sendiri akan membuat kita terperangkap di kubangan kesedihan.

Ada prinsip yang mungkin kita tahu, tetapi sering kita lupakan, yaitu dengan menolong orang lain sesungguhnya kita menolong diri sendiri.

Jangan Menilai Buku dari Sampulnya

Ada seorang laki-laki yang sedang memangkaskan rambutnya di sebuah rumah pangkas yang letaknya tak jauh dari kantornya.
Dari dinding kaca mereka melihat seorang anak kecil gelandangan yang sedang bermain berlompat-lompatan, berlari-larian di halaman perpakiran, persis di depan mereka.

"Itu Joko, dia anak paling bodoh sedunia," kata si pemangkas sambil terus bekerja.
"Apa iya?" Tanya laki-laki yang tampak perlente itu.
"Lihat saja, kalau tidak percaya....saya buktikan!"

Lalu si pemangkas rambut itu memanggil Joko.
Kemudian ia mengambil uang dari saku kemejanya.
Selembar uang 1.000-an dan selembar 5.000-an, dan menyodorkannya ke Joko.
"Ayo, kamu boleh ambil salah satu uang ini. Terserah kamu pilih yang mana."
Dengan cepat Joko mengambil lembaran uang 1.000-an.
Si pemangkas dengan perasaan benar dan menang kembali melakukan kerjanya dan berkata : "Benar kan, yang saya katakan tadi.
Joko itu anak paling bodoh yang pernah saya temui. Sudah tak terhitung berapa kali saja, saya melakukan tes seperti itu, dan ia selalu mengambil uang yang nilainya kecil."

Setelah laki-laki itu selesai memangkaskan rambutnya, dalam perjalanan menuju kantornya ia bertemu dengan Joko.
Merasa penasaran dengan apa yang ia lihat sebelumnya, iapun memanggil Joko lalu bertanya :" Joko, mengapa tadi waktu Pak Pemangkas menawarkan lembaran 1.000-an dan 5.000-an, saya lihat kamu mengambil yang 1.000-an bukan yang 5.000-an? 5.000-an kan nilainya lebih besar, lima kali lipat dari yang 1.000-an?"
Joko memandang wajah laki-laki itu seperti menyelidik, Joko tampak ragu-ragu untuk mengatakannya.
"Ayo beritahu saya , mengapa kamu ambil yang 1.000-an?" Desak laki-laki itu sambil tersenyum.
Akhirnya Joko berkata : " Kalau saya ambil yang 5.000-an, berarti permainannya akan selesai...."

Kata sebuah ungkapan :
Jangan menilai sebuah buku dari sampulnya.
Kisah di atas mungkin tidak sesuai dengan apa yang kita pikirkan, tapi setidaknya jangan menilai seseorang hanya dari penampilan luarnya. Penampilan terkadang menipu.

Kebahagiaan


Manakah yang paling penting antara Kuantitas dan Kualitas?
Dalam banyak hal keduanya diharapkan dalam porsi yang sama dan seimbang.
Tapi dalam perjalanan kehidupan sangat sering kita dihadapkan pada fakta bahwa kita harus memilih dari antara keduanya.

Joe dan Angela bertemu secara tak sengaja di sebuah karnaval tahunan yang diadakan setiap liburan musim panas dikota tempat kelahiran Angela.

Perkenalan yang berlanjut pada temu makan malam dan kebersamaan yang penuh tawa dan bahagia seakan segalanya akan berlangsung selamanya.
Banyak hal yang mereka alami dalam kebersamaan mereka.
Hal-hal indah yang menyatukan hati dan pandangan mereka.


Dua hari sebelum liburan musim panas berakhir Angela jatuh sakit.
Dokter memberikan memberikan obat penghilang rasa sakit karena tak ada lagi yang dapat dilakukan untuk memerangi kanker yang menggerogoti Angela dari dalam.
Satu hal yang tak diketahui Joe bahwa itu adalah liburan musim panas terakhir bagi Angela sebelum batas waktu secara medis itu tiba.
Malam itu adalah malam terakhir liburan musim panas dan malam terakhir bagi Angela.
Angela terbaring ditempat tidurnya yang serba putih dengan tangan yang menggenggam lembut tangan Joe.
Tak ada airmata antara mereka karena senyum yang memiliki waktu mereka.
Tatapan mata saja sudah cukup bagi mereka untuk berbagi cerita tentang apa yang ada dihati mereka masing-masing.
Lirih Joe berkata, "Mengapa kebersamaan ini tak abadi?"
Dengan senyum manis Angela berkata, "Jangan melihat seberapa lama kebersamaan kita namun ingatlah tentang kebersamaan kita.


Walau hanya sesaat namun itu adalah saat terbaik yang pernah aku miliki dalam hidupku.
Bukan berapa lama kita bersama tapi keindahan dan kebahagian bersamamu adalah harta karun bagiku.
Walau hanya sesaat bersamamu namun itulah kebahagiaan terindah seumur hidupku".
Mengukur kebahagian bukan dari berapa lama kita menikmati kebahagian itu.
Mengukur cinta bukan berapa lama kita menjalani waktu percintaan dengan orang yang kita cintai.
Kita takkan pernah lupa akan keindahan bunga yang mekar dimusim semi namun adakah bunga itu tetap dapat kita lihat sekarang?

Atau pernahkah kita lupa pada keindahan kemilau embun pagi kala matahari pagi bersinar padahal ia sirna saat matahari meninggi?
Kebahagiaan sejati tak datang dari berapa lama sesuatu itu berjalan namun lebih kepada berapa berartinya waktu itu dijalani.
Mungkin hanya sesaat seperti pendeknya waktu mekarnya bunga.
Mungkin hanya sekejap seperti kehadiran embun yang cemerlangi pagi.
Namun jika itu memberi arti di hati maka itu akan abadi.

Mencintailah dengan sepenuh hati saat ini karena mungkin besok kau takkan bisa bersama lagi dengan orang yang kau cintai.
Mungkin tiada yang abadi namun cinta dan kenangannya adalah abadi.

Seperti kata mereka "Live your life to the fullest",

Jadi mengapa tidak "Loving your love to the fullest as there will be no tomorrow".